Selasa, 16 April 2013

Konsep Manusia



I.                   Behavioristik
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.


Menurut beberapa ahli Behaviorisme, kesadaran tidak dapat diobservasi secara langsung. Untuk menjelaskan tentang manusia, mereka menolak metode introspeksi karena tidak di peroleh data yang objektif.

Penelitian Thorndike terhadap tingkah laku binatang mencerminkan prinsip dasar proses belajar yang dianut oleh Thorndike, yaitu bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi. Suatu stimulus (S) akan menimbulka suatu respon (R) tertentu. Teori ini disebut teori Stimulus-Response (S-R). Dalam teori S-R dikatakan bahwa dalam prose belajar, pertama kali organisme dengan cara coba-dan-salah (trial and error). Apabila organisme menghadapi masalah, maka organisme itu akan bertingkah laku untuk memecahkan masalah itu. Apabila kebetulan tingkah laku itu dapat memecahkan masalah, maka berdasarkan pengalaman itulah bila timbul masalah serupa organism sudah mengetahui tingkah laku mana yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut.

Berdasarkan teori Skinner dari percobaannya yang disebut kondisioning operant terdapat dua prinsip umum yang berkaitan dengan kondisioning operant, yaitu: setiap respon yang diikuti oleh reward à ini bekerja reinforcement stimuli à akan cenderung diulangi. Reward dan reinforcement stimuli akan meningkatkan terjadinya respons.
Dengan kata lain reward merupakan sesuatu yang meningkatkan probalitas timbulnya respon. Dalam kondisioning operan tertekan pada respon atau prilaku konsekuensinya. Dalam kondisioning operan organisme harus membuat respon sedemikian rupa untuk memperoleh reinforcement yang merupakan reinforcement stimuli. Disini letak perbedaan pokok antara kondisioning klasik dengan kondisioning operan. Pada kondisioning klasik organisme tidak perlu membuat aktivitas untuk membuat reward atau reinforcement.

II.                Psikoanalisis
Sigmund Freud merupakan pendiri psikoanalisa. Menurut Freud pikiran-pikiran yang di repres atau di tekan, merupakan sumber prilaku yang tidak normal/menyimpang. Freud mempunyai pandangan bahwa kepribadian terdiri dari Id, Ego, dan Super ego.  Id merupakan primitive dari kepribadian, Id mengandung insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan satisfaction dengan segera tanpa memperhatikan realitas yang ada, sehingga oleh Frued disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ego disebut prinsip realitas. Sedang Super ego merupakan prinsip moral (morality principle), mengontrol prilaku dari segi moral.

Insting dan Kecemasan
Freud menyatakan manusia memiliki insting, terdiri dari insting untuk hidup dan insting untuk mati. Insting hidup mencakup lapar, haus, dan seks, ini merupakan kekuatan kreatif dan oleh Frued disebut Libido. Sedangkan insting mati merupakan kekuatan destruktif. Hal ini dapat ditujukan kepada diri sendiri, menyakiti diri sendiri atau bunuh diri atau ditujukan keluar merupakan bentuk agresi. Menurut Freud ada tiga macam kecemasan yaitu kecemasan objektif merupakan kecemasan yang timbul dari ketakutan terhadap bahaya nyata. Kecemasan neurotik merupakan kecemasan atau merasa takut akan mendapatkan hukuman atas keinginan yang impulsif. Kecemasan moral merupakan kecemasan yang berkaitan dengan moral. Seseorang merasa cemas karena melanggar norma-norma moral, inilah yang disebut kecemasan moral.

Pandangan lain dari Freud yang penting adalah tentang mekanisme pertahanan. Mekeanisme pertahanan ini bertujuan untuk menyalurkan dorongan-dorongan primitif yang tidak dapat dibenarkan oleh super ego dan ego. Mekanisme pertahanan ini berfungsi untuk melindungi super ego dan ego dari ancaman dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak diijinkan oleh super ego. Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan Freud ialah Represi, Pembentukan Reaksi, Proyeksi, Penempatan yang Keliru, Rasionalisasi, Supresi, Sublimasi, Kompensasi dan Regresi.

Freud juga berpendapat bahwa setiap individu memiliki seksualitas kanak-kanak yaitu dorongan seksual yang terdapat pada bayi. Dorongan ini berkembang terus menjadi dorongan seksualitas pada orang dewasa, melalui beberapa tingkat perkembangan, yaitu:
                                i.            Faseo Oral (Mulut): Pada fase ini kepuasan seksual utama terdapat di sekitar mulut. Contoh: perbuataan bayi menyusu pada ibunya atau memasukan benda-benda ke dalam mulutnya.
                              ii.            Fase Anal (Anus): Pada fase ini kira-kira usia dua tahun, daerah kepuasan seksual berpindah ke anus. Contoh: anak duduk di pispot sampai lama untuk menikmati kepuasan seksualnya pada anus.
                            iii.            Fase Phalic: Pada anak usia 6-7 tahun kepuasaan seksualnya terdapat pada kelamin. Tetapi berbeda dengan kepuasaan seksual orang dewasa, kepuasaan seksual fase phallic ini tidak bertujuan untuk mengembangkan keturunannya.
                            iv.            Fase Latent: Pada usia 7-8 tahun sampai menginjak awal amasa remaja, seolah-olah tidak ada aktivitas seksual. Karena itu masa ini disebut fase latent.
                              v.            Fase Genital: Dimulai sejak remaja; segala kepuasaan seks terutama berputas pada alat kelamin.

III.             Humanistik
Abraham Maslow yang dipandang sebagai bapak Psikologi Humanistik. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan memfokuskan penelitiannya pada manusia dan cirri-ciri eksistensinya.
Tokoh-tokoh psikologi humanistik memandang behaviorisme mendehumanisasi manusia. Psikologi Humanistik mengarahkan perhatiannya pada humanisai psikologi yang menekankan keunikan manusia. Menurut psikologi Humanistik manusia adalah makhluk kreatif, yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.

Maslow menuangkan teori motivasinya pada buku, yang di dalam bukunya tersebut diuraikan lima macam hirarki kebutuhan manusia. Yang meliputi:
a)      Kebutuhan-kebutuhan fisioogis
b)      Kebutuhan-kebutuhan rasa aman
c)      Kebutuhan-kebutuhan cinta dan memiliki
d)     Kebutuhan akan penghargaan
e)      Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dikatakan hirarki karena kebutuhan yang lebih tinggi menuntu dipenuhi apabila kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah sudah terpenuhi. Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Ada empat cirri psikologi yang berorientasi humanistic, yaitu:
                                                        i.            Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karena focus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.
                                                      ii.            Memberi tekanan pada kualitas-kualitas khas manusia, seperti kreatifitas, aktualisasi diri, sebagai lawan pandangan tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik.
                                                    iii.            Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.
                                                    iv.            Memberikan perhatian peuh dan meletakan nilai yg tinggi pada kemuliaan pada martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu.
Sumber: 
psikologi (2010). Jurnal Online Kajian Psikologi. from http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/aliran-behaviorisme.htm, 12 april 2013
Heru Basuki A.M. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.