Kamis, 26 September 2013

Definisi Komunikasi, Dimensi Komunikasi, definisi Leadership dan Teori Leadership



Definisi Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media)

Analisis Pengertian Komunikasi Dan 5 (Lima) Unsur Komunikasi Menurut Harold Lasswell Sat, 10/11/2007 - 6:54pm — Rejals Analisis Definisi Komunikasi Menurut Harold Lasswell

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?). (Lasswell 1960).

 

 

·         Pengertian komunikasi menurut para ahli Pendapat dari Soewarno Handaya Ningrat: Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungansaling pengertian satu sama lain antara sesama manusia. Proses interaksi atau hubungan satusama lain yang dikehendaki oleh seorang dengan maksud agar dapat diterima dan dimengertiantara sesamanya. (Soewarno Handaya Ningrat. Pengantar Ilmu Studi Dan Manajemen.CV HajiMasagung, Jakarta, 1980, hal 94)Pendapat dari T. Hani Handoko: Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalambentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebutmelibatkan lebih dari sekedarkata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapijuga ekspresiwajah, intonasi, titik putus tidak hanya memerlukan transmisi data, tetapi bahwa tergantug padaketrampilan- ketramilan tertentu untuk membuat sukses pertukaran informasi. (T. Hani Handoko,Manajemen, BPFE Yogyakarta, 1986, hal 272)Pendapat dari Sukanto Reksodiprojo: Komunikasi adalah usah mendorong orang lain untukmenginterprestasikan pendapat seerti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyaipendapat tersebut serta diharapkan diperoleh titik kesamaan untuk pengertian. (SukantoReksohadiprojo. Organisasi perusahaan,

Salah satu kebutuhan pokok manusia , seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang , dan itulah yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Ernest Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atau mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia atau objek tersebut.

Dimensi Komunikasi

Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.
Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya, hanya bukan bergantung pada isinya, namun juga pada siapa, penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan, dan sebagainya

http://kgiaji.wordpress.com/tag/komunikasi-mempunyai-dimensi-isi-dan-dimensi-hubungan/

1.      Dimensi Komunikasi Sistem Organisasi

 

v Komunikasi Internal

Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi dua, yaitu:

  • Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dll kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada pimpinan.
  • Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.

v Komunikasi Eksternal

Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang ianggap sangat penting saja. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik:

  • Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.
  • Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.

 
2.      Dimensi Komunikasi Antar Budaya
 Dari tema pokok demikian, maka perlu pengertian – pengertian operasional
dari kebudayaan dan kaitannya dengan KAB. Untuk mencari kejelasan dan
mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan komunikasi antar
budaya, ada 3 dimensi yang perlu diperhatikan (kim. 1984 : 17-20).
(1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan-partisipan komunikasi.
(2) Konteks sosial tempat terjadinya KAB,
(3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang bersifat verbal maupun nonverbal).

Ad(1) : Tingkat Keorganisasian Kelompok Budaya
Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam
tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah
kebudayaan mencakup :
- Kawasan – kawasan di dunia, seperti : budaya timur/barat.
- Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya Amerika Utara/Asia Tenggara,
- Nasional/Negara, seperti, : Budaya Indonesia/Perancis/Jepang,
- Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti : budaya orang
 -Amerika Hutam, budaya Amerika Asia, budya Cina Indonesia,

Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis
-kelamin kelas sosial. Countercultures (budaya Happie, budaya orang di
-penjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan).
-Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antar
-individu – individu dengan kebudayaan nasional berbeda (seperti wirausaha
-Jepang dengan wirausaha Amerika/Indonesia) atau antar individu dengan
-kebudayaan ras-etnik berbeda (seperti antar pelajar penduduk asli dengan
-guru pendatang). Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian

pada “kebudayaan individual” karena seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik.

Ad.(2) : Konteks Sosial
Macam KAB dapat lagi diklasifikasi berdasarkan konteks sosial dari terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi KAB :
- Business
- Organizational
- Pendidikan
- Alkulturasi imigran
- Politik
- Penyesuaian perlancong/pendatang sementara
- Perkembangan alih teknologi/pembangunan/difusi inovasi
- Konsultasi terapis.

Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaan dalam hal
dasar dan proses komunikasi manusia (transmitting, receiving,
processing). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar
belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran.
Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan
antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang
mempengaruhi prose-proses KAB.

Misalnya : Komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antar keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas

Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungna-hubungan antar peran. Ekpektasi, norma-norma dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus.

Ad.(3) : Saluran Komunikasi
Dimensi lain yang membedakan KAB ialah saluran melalui mana KAB terjadi.
Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas :
- Antarpribadi/interpersonal/person-person,
- Media massa.

Bersama –sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB.
Misalnya : orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memilih pengalaman yang be­beda dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan mata kepala sendiri.

Umumnya, pengalaman komunikasi antar pribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan dan oleh karena itu, pada pokoknyabersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam keduanya, proses-proses komunikasi bersifat antar budaya bila partisipan-partisipannya­berbeda latar belakang budayanya.

Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dalam mengklasifikasikan fenomena KAB khusus. Misalnya : kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik, komunikasi antara pengacara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antar ras/antar etnik dalam konteks business; komunikasi immigran dari Asia di Australia sebagai komunikasi antar etnik, antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi migran.
Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok kontkes sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antar budaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latar belakang pengalaman berbeda

3.      Dimensi Komunikasi Politik

Manajemen Komunikasi Politik adalah istilah yang terdiri dari gabungan istilah manajemen, komunikasi, dan politik yang ketiganya merupakan kajian keilmuan yang berbeda. Berikut ini penjelasan masing-masing istilahnya:

Manajemen adalah sebuah kontrol dan pembuatan keputusan dalam sebuah bisnis atau kegiatan lain. Bisa juga dikatakan orang yang mengontrol bisnis, organisasi atau sejenisnya, “the people who control business orgnization or similar”. Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.

Komunikasi adalah kajian keilmuan yang membahas masalah pelaku, pesan, saluran, dan efek dari interaksi. Harold Laswell mendasari penjelasan ini dengan mendefinisikan komunikasi sebagai jawaban atas pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut : “who says what in which channel to whom with what effect”.

Politik adalah kajian keilmuan yang membahas masalah pelaku, sumber daya, kapan dan bagaimana mendapatkan kekuasaan. Definisi politik merupakan jawaban dari pertanyaan “who, gets what, when, how”. Rod Hague mengemukakan bahwa Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya

Komunikasi politik merujuk pada pertukaran simbol atau pesan yang sangat dipengaruhi oleh atau merupakan hasil konsekuensi dari sistem politik. Definisi ini didasari penjelasan dari Meadow (1960) yang mmengatakan “Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system”.

Manajemen Komunikasi Politik bisa diartikan sebagai usaha mengatur pesan atau simbol untuk mencapai tujuan berupa didapatkannya berbagai sumber daya. Sumber daya dalam hal ini bisa berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya simbol dan makna, dan sebagainya.

Dimensi-dimensi komunikasi dalam dunia politik mencakup “who”, “manage what”, “when”, dan “how”. “who” dalam konteks komunikasi merupakan komunikator, Ia adalah pengendali pesan dan pengharap efek yang ia rumuskan pada awal berkomunikasi. “who” dalam komunikasi politik bisa seorang politikus atau suatu partai yang berusaha membangun basis dukungan.

manage what” dalam lingkup komunikasi tidak berfokus pada sumber daya fisik, namun lebih kepada pesan, simbol, dan makna yang akan dikomunikasikan ke khalayak sasaran. Konteks politik mencontohkan dalam hal ini adalah pesan-pesan pemilu, cara pemilihan, dan program-program kampanye, ideologi, kebijakan baru, dan sebagainya.

Dimensi “When” meliputi waktu kapan yang tepat seorang komunikator dalam membangun pesan, memahami lingkungan, dan menyampaikan pesannya. Dimensi waktu sangat penting dalam komunikasi karena waktu bisa menjadi wadah berbagai makna penting. Misalnya konteks politik dalam hal waktu misal saat bencana terjadi adalah waktu yang tepat bagi artai politik menunjukkan kepeduliannya dengan menolong korban bencana.

Dimensi “how” adalah dimensi proses dan strategi dalam menyampaikan pesan dalam berkomunikasi. Dimensi cara ataupun strategi yang tepat dalam menyampaikan pesan sangat besar pengaruhnya bagi pencapaian tujuan politik. Strategi bagaimana membentuk citra, bagaimana mengangkat citra politikus ataupun partai menjadi sangat krusial dalam politik.

Definisi Leadership

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok


Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.

Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.


Teori Leadership

Salah satu kontribusi yang paling banyak disebut dari para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai).
Setelah meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer:
 - Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya..
-Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
-Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
-Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:
1.      Para pegawai dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.
2.    Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan 
 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
4.  Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.

implikasi dari Teori X dan Teori Y McGregor terhadap organisasi adalah bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pegawai. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompok-kelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar, diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor.

Empat Sistem – Rensis Likert
Gaya kepemimpian yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.

Dalam gaya yang ber orientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut:
- Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.
- Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
- Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai
dengan keinginannya.
- Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pe-
ngembangan bawahan.

Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut.
- Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada
bawahan.
- Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
- Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling
menghormati di antara sesama anggota kelompok.

Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara
kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan
adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat sistem
tersebut terdiri dari:
- Sistem 1, otoritatif dan eksploitif:
manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah
para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara
kaku ditetapkan oleh manajer.
- Sistem 2, otoritatif dan benevolent:
manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan
untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
- Sistem 3, konsultatif:
manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
- Sistem 4, partisipatif:
adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.


Tannenbaum dan Schmidt.

Berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:

1. kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)
2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin
3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).

Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.

Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.

Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.

Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.

Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.

Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.

Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.

Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.

Fiedler Contingency model

Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit.

Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:
a. task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task

b. leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.

c. Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
a. legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin

b. reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
c. coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
d. expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
e. referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
f. information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.

  • · strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.

1. Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.

2. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.

3. Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.

4. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Sumber:
Nama : M. Rizky Kurniawan
NPM : 14511208