Kamis, 10 Januari 2013

Lagi, Musik Underground Dalam Negeri Tembus Luar Negeri

Seperti yang kita ketahui hampir tidak terhitung musisi dalam negeri, terlihat dari banyaknya penampilan para musisi pendatang baru yang kerap menjejali hampir setiap harinya di tayangan televisi. Banyaknya musisi di dalam negeri membuat para musisi untuk lebih memperhitungkan penampilan dan performa di atas panggung. Mainstream di Indonesia memang cenderung fokus pada penampilan dari pada kekuatan lirik ataupun kualitas musik, hal itu di sebabkan oleh penikmat musik yang juga lebih asik menikmati musik nan 'simple' dibanding musik yang ribet oleh permainan gitar dan vokal yang naik turun nan menggila atau pun ketukan super cepat dari seorang drummer.

Ya karena selain hobi musik juga menjadi penghasil uang, oleh karena itu banyak musisi mengubah habis-habisan genre bahkan kualitas musik agar dapat di terima oleh masyarakat. Di tengah banyaknya musisi televisi yang musiknya cenderung seragam, Iwan Fals, Slank, Superman Is Dead, Death Squad adalah beberapa nama dari mereka yang melawan arus mainstream. Hal itu sering di nyatakan karena kecintaan mereka akan musik yang ia mainkan dan kecintaan tak akan terbayar oleh apapun.

Lepas dari selera industri musik Indonesia, ternyata Industri musik luar negeri pun memperhatikan musik di Indonesia. Seperti yang kita tahu, tak jarang musisi dalam negeri yang menjejali panggung festival di luar negeri. Sebut saja beberapa nama seperti Agnes Monica, Sandy Sandoro, Slank, Gugun Blues Shelter dan Superman Is Dead yang mengobrak-abrik festival Vans Warped Tour pada tahun 2009 silam.

Tapi jika kita amati dengan berbagai alasan justru kebanyakan dari mereka yang tembus luar negeri adalah yang beda arah akan tipikal mainstream di Indonesia. Yak harus di akui dunia pun mengetahui siapa saja yang memiliki mental dan kualitas musik yang baik, bukan hanya sebuah penampilan dengan mengobral tubuh untuk memikat pendengar.

Setelah Superman Is Dead (SID) kini giliran Navicula musisi asal Bali yang akan merasakan festival musik dunia. Lagi, musik underground di minati oleh industri luar negeri. Navicula yang ber-genre grunge dan musiknya yang banyak terisi kritikan-kritikan atas hal yang terjadi di Indonesia akan tampil di sebuah acara musik "Sydney Festival" yang berlangsung mulai tanggal 10 Januari 2013.

Jika Navicula bisa melakukan hal hebat tersebut, harusnya musisi Indonesia yang lain pun belajar dari mereka dan mulai memperhatikan lirik dan kualitas musiknya. Mirisnya, prestasi seperti itu yang seharusnya menjadi contoh jarang terliput oleh media khusunya televisi. Minimal untuk kita sebagai penikmat dan pemain musik hal itu menjadi contoh bahwa tujuan akhir musik bukan sekedar tampil di televisi.

Ciptakan musik yang baik, karena yakinlah musik itu akan terdengar oleh banyak orang.

Sabtu, 05 Januari 2013

Ketika Cinta adalah "Dosa"


Baru saja terbangun dari indahnya mimpi, tiba-tiba pertanyaan menyerang syaraf secara membabi buta. Ingin saya menghindar dari sebuah pertanyaan tersebut tapi saya merasa pengecut jika berlari dari masalah. Bukankah hidup ini adalah masalah? Bukankah masalah untuk di hadapi dan tidak di hindari? Saya terdorong keras untuk menuliskan beberapa yang ‘terpenting’ disini karena disini juga kalian sebagai pembaca dapat memberikan saran bahkan kritik pada saya. 

Benar saja statement (judul) di atas adalah pertanyaan yang sejak tadi saya bicarakan, dan mungkin lebih tepatnya saya sesalkan karena menyerang secara tiba-tiba. Ketika cinta menjadi “dosa” yang menurut saya sebuah kalimat yang amat sangat sederhana namun memiliki makna yang luar biasa. Kenapa saya katakan luar biasa? Karena hirarki kebutuhan manusia (Cinta) menjadi sebuah “dosa”. Dosa dalam konteks disini bukanlah sebuah vonis dari Tuhan melainkan nilai-nilai kebudayaan di negara ini.

“Benar” dan “Salah” cermati kalimat di tersebut, dan cobalah untuk memahami siapakah yang selama ini mengadili masyarakat menggunakan kata “Benar” atau “Salah” ? jika kalian sempat ingin menjawab Agama simpan dulu jawabannya. Karena selama saya hidup semakin jarang yang mengutamakan nilai Agama, apalagi jika pandang dari sudut fenomena pada jaman yang telah terkontaminasi oleh globalisasi ini meskipun cenderung ke arah ‘negatifnya’. Lihat saja tv yang tiap harinya menjejali kita dengan tayangan over mereka nan konsumtif dandan berlebihan lalu dengan bangganya mereka para kaum Hawa mengumbar habis-habisan paha dan dada mereka. Apakah ada agama yang membiarkan penganutnya untuk melakukan hal itu dalam medium yang sama? Bukankah semua agama mengajarkan tentang kebaikan dan martabat setinggi-tinggi nya pada manusia? Globalisasi memang dengan mudahnya membutakan manusia tentang nilai agama, dan mungkin harus di akui bahwa nilai budaya untuk saat ini lebih di utamakan.

Masih banyak lagi hal yang mencontohkan bahwa nilai agama tidak lagi berarti dan nilai budaya bagaikan “Raja”. Entah apa penyebabnya dan terserah apa yang akan kalian simpulkan dan saya tidak akan berlama-lama berada di sisi keagamaan karena globalisasi untuk Indonesia hanya sebuah fashion tidak untuk sebuah pemikiran, jadi masih banyak remaja sensitive jika membicarakan agama. 

Ketika cinta datang dari hati yang paling dalam dengan membawa perasaan yang sebenar-benarnya, lalu itu pun kan menjadi sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi. Lalu bagaimana jika kecintaan kita termasuk dalam kategori negative oleh persepktif masyarakat? Misalkan saja seorang gadis Yahudi yang mencintai pria Muslim atau kecintaan pada minuman keras yang jelas sekali di pandang sebelah mata oleh nilai budaya Indonesia. Kita telah mengetahui benar mayoritas sangat menyesalkan kondisi dan keberadaan barang tersebut. Namun bukankah cinta harus terpenuhi? Seorang pemabuk tak akan pernah menjadi pemabuk jika tidak pernah meminum minuman berakohol, atau seorang pelacur tak akan ketagihan berhubungan sex ketika vagina-nya tidak pernah merasakan hangatnya belaian penis. Tersentak saya berpikir tentang jawaban yang berbunyi “Takdir”. Namun saya membenci kata tersebut! Memang saya beranggapan bahwa takdir tercipta karena manusia, manusia yang menentukan takdirnya. Namun siapakah yang harus di salahkan pada kisah seorang anak broken home yang tertendang dari rumahnya oleh orang tuanya? Mari berpikir di luar kotak, esensi nya adalah saat kita sebagai manusia tidak merugikan orang lain. 

Pada suatu kondisi kita dapat menggunakan teori dengan lihai dan santai, namun pada suatu kondisi yang lain teori bagai sampah nan tercampakan. Bahkan sangat sulit menerapkan sebuah teori di lapangan karena yak inilah dunia yang di huni oleh MANUSIA! Keluarlah dan bergerak ke lapangan, jangan hanya duduk diam di atas kasur kamar mu dan membayangkan tokoh pencetus teori bak seorang Tuhan.

“Perpisahan untuk sesuatu yang lebih baik” haruskah di utamakan nilai budaya dari pada pentingnya kebutuhan pada manusia (Cinta)? Biarkanlah mereka dan kita semua mencintai sesuatu yang teranggap berharga, karena sekali lagi ini adalah dunia tempatnya manusia menghuni dan menciptakan banyak kesalahan. Karena seperti yang seharusnya kita semua sadar bahwa manusia super itu hanya fiktif belaka. Menurut saya, tidak akan menjadi dosa jika tidak merugikan orang lain. Dan biarkan masing-masing bertanya pada semesta tentang nilai-nilai Tuhan dan menerapkan selagi tidak meresahkan masyarakat. 

Jika anggapan kalian berlawanan arah dengan tulisan saya itu tidak akan menjadi masalah, hidup mu adalah pilihan mu dan pilihan mu adalah tanggung jawab mu. Seperti yang saya katakan manusia sempurna hanya omong kosong yang pasti tak akan pernah berada di dunia yang di penuhi dengan kepalsuan ini. 

Bersulang!

Jumat, 04 Januari 2013

Identitas & Perlawanan Musik


Musik di Indonesia cukup marak di bicarakan oleh media masyarakat khususnya di kalangan remaja. Berbagai event di meriahkan oleh performance musik mulai dari event promosi, kampanye dan bahkan sebagai suara perlawanan. Lihat saja aksi protes Slank atas korupsi yang makin marak terjadi di Indonesia, mereka berdiri dan bernyanyi di depan gedung DPR tempatnya orang-orang cerdas. Atau Iwan Fals yang hampir setiap lagunya berisi protes terhadap keserakahan penguasa. Dua contoh tersebut merupakan bukti nyata eksistensi “musik sebagai perlawanan” di Indonesia.

Lalu apakah yang membedakan kritikus yang biasa kita lihat di televisi atau yang biasa kita baca pada media masa dengan mereka yang melawan lewat jalur musik? Musisi ‘pembantah’ akan terdengar lebih menyenangkan dan nyaman karena protes mereka di balut dengan nada yang sedemikian rupa sehingga kita sebagai pendengar akan lebih menyimak apa yang di sampaikan. Tidak hanya dengan distorsi kasar atau vocal nan lantang, jalanan pun di gunakan sebagai media untuk menyampaikan perlawanan tersebut.
Lalu apakah kaitannya dengan remaja dan pendengar musik lainnya? Sayangnya di Indonesia masih banyak sensitivitas akan kata “Perlawanan”, banyak orang yang menganggap perlawanan itu hanya berupa tindakan rusuh (menghancurkan mobil, jalan, papan reklame dll) akibatnya, masih banyak orang yang betah berdiri di jalur aman karena perspektif tersebut. Yup, kepalsuan ada dimana-mana! Banyak musik berdasar rock di Indonesia tapi mereka tidak berkontribusi apa-apa terhadap perlawanan. padahal  musik rock sendiri tercipta sebagai bentuk perlawanan, distorsi kasar dan vocal berat nan lantang adalah symbol perlawanan.

Apakah musik untuk HARI INI bertujuan pada uang semata? Lalu bagaimana dengan pengertiannya yang kita kenal secara garis besar adalah sebagai media pengungkapan pesan dalam bentuk kesenian, atau jika di lihat dari kamus besar adalah ilmu menyusun nada yang menghasilkan suara? Banyaknya boy/girl band di Indonesia merupakan bukti nyata bahwa musik tidak lagi untuk menyampaikan pesan! Mereka menjual penampilan yang bertujuan menghasilkan uang, yup bagai melacur! Sisi musik mainstream di Indonesia membutakan kita tentang luasnya arti cinta, terlihat dari lirik-lirik yang mereka ciptakan. Cinta yang ada hanya untuk pacar (Selingkuh, PDKT, Putus, Sakit hati!) saya membencinya, itu pembodohan! Padahal jika kita sadar cinta akan menyelamatkan kita jika kita dedikasikan pada Tuhan, Keluarga, Sahabat dan mereka yang hidupnya masih berada di garis kekurangan.

Mari keluar dari sisi tersebut dan ciptakan sebuah perubahan lewat musik, karena bagaimanapun identitas musik akan berperan besar terhadap prilaku pendengar. Melawan tidak berarti rusuh, tengok saja ke arah Superman Is Dead (SID) band punk yang terdiri dari 3 personel yang siap menampar dan menyadarkan kalian akan indahnya perbedaan. Perlawanan akan keseragaman dan mencintai Bumi Pertiwi. Kasus yang baru-baru ini adalah ketika mereka (SID) dengan sekelompok aktivis lingkungan di Bali bersuara keras dan menentang sebuah proyek pembangunan yang akan merusak kelestarian hutan Mangrove. Apakah mereka bertindak kisruh? TIDAK! Mereka melawan dengan sebuah argument berdasar kecintaan dengan lingkungan dan dengan pengetahuan. Tidak hanya itu, mereka pun menyuarakan masyarakat khususnya fans untuk tetap menjaga lingkungan dengan tidak mengkonsumsi plastik dan menjaga sampah plastik. Percayalah, sedikit demi sedikit perubahan yang mereka lakukan akan menimbulkan dampak yang positif untuk masa yang akan datang.

Sebuah pelajaran yang dapat kita ambil dari SID tentang indahnya perbedaan dan rasa cinta terhadap lingkungan. Bagaimana tidak? Mereka membuktikan benar sebuah perubahan, dari sisi itu pula kita dapat sedikit pelajaran bahwa “Punk” tidak selalu rusuh dan tak tahu aturan. Lupakan anggapan bahwa punk adalah mereka yang tinggal di bawah kolong jebatan, punk adalah mereka yang bertingkah rusuh. Punk pada dasarnya adalah perlawanan, selama manusia masih ada di Bumi ini maka musik punk tak akan mati. Silahkan cari tahu tentang Punk dan perlawanannya dari internet. Atau Bad Religion band punk yang menyuarakan perdamaian atas perang yang terjadi di dunia ini dan Greg Graffin (Vokalis Bad Religion) yang telah menjadi professor dari sebuah universitas di Amerika.

Jadi kita sebagai pecinta musik jangan hanya berperan sebagai pendengar tapi cari tahu sejarah perkembangannya, kritis. Perlawanan tidak selalu berkonotasi negatif dan musik tidak selalu sebagai media yang berisi tentang kebahagian dan kehancuran. Jangan ragu untuk menciptakan perubahan, lawanlah apa yang harus di lawan. Buat perubahan untuk persepsi dan nilai yang keliru, termasuk identitas musik. Karena apa yang kita lihat dan dengar akan membentuk sikap kita

Bersulang!