Minggu, 30 Juni 2013

Kaitan Abnormalitas dengan Konsep Motivasi, Stress dan Gender



Abnormalitas
Ada empat cara abnormalitas yang dapat dikenal (Sarason & Sarason 1980) dan kebanyakkan bersetuju dengan pendekatan ini. Pertama ialah keadaan yang terkeluar dari pada norma statistik. Kedua ialah keadaan atau sifat-sifat yang terkeluar dari pada norma-norma sesuatu maayarakat. Ketiga ialah dengan mengenal cara mengenalpasti tingkah laku yang disalah adaptasi. Lazimnya, tingkahlaku yang disalah adaptasi oleh seseoarang yang sentiasa bersedih dan bermuram tidak akan lalu makan ,tidak boleh tidur ,tidak boleh keluar ,atau bergaul dengan oarang lain.Ini memaparkan tingkahlaku abnormal .Ini semua menggangu tatacara kehidupan nya harian nya.

Cara terakhir yang sering digunakan oleh pakar psikologi klinikal dalam menentukan tingkahlaku normal atau abnormal adalah dengan mengenalpasti kadar tekanan peribadi yang dihadapi oleh seseoarang itu. Bagai mereka yang sentiasa sedih, bermuram, tidak boleh bergaul dengan orang lain, yang sentiasa menghadapi tekanan dan beberapa masalah yang menggangu kehidupan harian mereka ini dikatakan sebagai cenderung kearah menghadapi masalah jiwa
INDIVIDU seperti ini jarang sekali dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dalam berbagai bentuk sekitaran berbeza dan lantaran itu akan memencilkan dirinya dengan masyarakat.Kebanayakkan masanya akan iperuntukkan bagi menghadapi serta melayan tekanan yangs edang dihadapi tetapi tidak mencari jalan penyelesaian nya.

Satu kajian menarik yang dilakukan oleh Lili Mastura dan Prof. Wan Rafaei (1985)
,melihat kepada persepsi pelajar -pelajar melayu terhadap laku bilazim. Antara lain ,golongan ini melihat tingkahlaku bilazim sebagai merbahaya kepada masyarakat..menjatuhkan nama baik keluarga ,menyusahkan orang lain ,tidak boleh bercakap ttg perkara-perkara yang tidak penting ,mementingkan diri sendiri dan bertingkahlaku tak menentu .Daripada pandangan ini ,boleh dikatakan yang golongan belia mempersepsikan mereka yang abnormal sebagai satu kumpulan yang keluar dari norma-norma seperti sifat tingkahlaku serta sikap anggota sebuah masyarakat.



Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.
Jika sebuah motif yang bertujuan untuk menyakiti dan membahayakan orang lain bisa disebut sebagai abnormalitas, karena secara garis besar abnormalitas diartikan sebagai salah satu tingkah laku yang keluar dari batas-batas norma yang berlaku pada masyarakat. Motif yang berakhir dengan tindakan abnormal merupakan wujud dari kepribadian yang menyimpang.

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sedangkan berdasarkan definisi kerja stress, stress dapat diartikan sebagai:
  • Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. 
  • Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.
Menurut Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupakan badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.
Pada penelitain Wolf dan Goodel ( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan suatu sistem organ, cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda-beda dari reaksi terhadap stres.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
  • Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor. 
  • Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
·         Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.


 Gender

Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya (Nevid, 2002). Identitas jenis kelamin adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita (Kaplan, 2002). Fausiah (2003) berkata, identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan perasaan daam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki dan perempuan.
Identitas jenis kelamin (gender identity): keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense). Didasarkan pada sikap, perilaku, atribut lainnya yang ditentukan secara kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas. Peran jenis kelamin (gender role): pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dari identitas kelamin. Peran gender berkaitan dengan pernyataan masyarakat tentang citra maskulin atau feminim.
Konsep tentang normal dan abnormal dipengaruhi oleh factor social budaya, Perilaku seksual dianggap normal apabila sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan dianggap abnormal apabila menyimpang dari kebiasaan yang ada di masyarakat.
Gangguan Identitas Gender
Criteria diagnostic gangguan identitas gender: Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap gender lain:
  1. Berkeinginan kuat menjadi anggota gender lawan jenisnya (berkeyakinan bahwa ia memiliki identitas gender lawan jenisnnya) 
  2. Memilih memakai baju sesuai dengan stereotip gender lawan jenisnya 
  3. Berfantasi menjadi gender lawan jenisnya atau melakukan permainan yang dianggap sebagai permainan gender lawan jenisnya. 
  4. Mempunyai keinginan berpartisipasi dalam aktivitas permainan yang sesuai dengan stereotip lawan jenisnya 
  5. Keinginan kuat mempunyai teman bermain dari gender lawan jenis (dimana biasanya pada usia anak – anak lebih tertarik untuk mempunyai teman bermain dari gender yang sama). Pada remaja dan orang dewasa dapat diidentifikasikan bahwa mereka berharap menjadi sosok lawan jenisnya, berharap untuk bisa hidup sebagai anggota dari gender lawan jenisnya. 
  6. Perasaan yang kuat dan menetap ketidaknyamanan pada gender anatominya sendiri atau tingkah lakunya yang sesuai stereotip gendernya. 
  7. Tidak terdapat kondisi interseks. 
  8. Menyebabkan kecemasan yang serius atau mempengaruhi pekerjaan atau sosialisasi atau yang lainnya. 
  9. Gangguan identitas gender dapat berakhir pada remaja ketika anak – anak mulai dapat menerima identitas gender. Tetapi juga dapat terus berlangsung sampai remaja bahkan hingga dewasa sehingga mungkin menjadi gay atau lesbian.
Awal mula Gangguan Identitas Gender
Gangguan identitas gender bermula dari trauma dari orang tua yang berlawan jenis, pergaulan individu, pengaruh media massa. Kaplan (2002), gangguan identitas gender ditandai oleh perasaan kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin dan peran jenisnya. Gangguan ini biasanya muncul sejak masa kanak-kanaak saat usia dua hingga empat tahun (Green dan Blanchard dalam Fausiah, 2003).
Nevid (2002) mengemukakan bahwa gangguan identitas gender dapat berawal dari masa kanak-kanak dengan disertai distress terus menerus dan intensif, bersikap seperti lawan jenis dan bergaul dengan lawan jenis, serta menolak sifat anatomi mereka dengan adanya anak perempuan yang memaksa buang air kecil sambil berdiri atau anak laki-laki yang menolak testis mereka.
Ciri-ciri klinis dari gangguan identitas gender (Nevid, 2002):
  1. Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya: adanya ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lain, preferensi untuk menggunakan pakaian gender lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai menjadi lawan jenis, bermain dengan lawan jenis, 
  2. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus menerus, biasa muncul pada anak-anak dimana anak laki-laki mengutarakan bahwa alat genitalnya menjijikkan, menolak permainan laki-laki, sedangkan pada perempuan adanya keinginan untuk tidak menumbuhkan buah dada, memaksa buang air kecil sambil berdiri. 
  3. Penanganannya sama seperti menangani gangguan seksual
Faktor – Faktor Penyebab
Saat ini, masih belum terdapat pertanyaan mengenai penyebab munculnya gangguan identitas gender: nature atau nurture? Walaupun terdapat beberapa data tentatif bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh faktor biologis, yaitu hormon, namun data yang tersedia tidak dapat mengatribusikan munculnya transeksualisme hanya kepada hormon (Carroll, 2000). Faktor biologis lain, seperti kelainan kromosom dan struktur otak, juga tidak dapat memberikan penjelasan yang konklusif.
Faktor lain yang dianggap dapat menyebabkan munculnya gangguan identitas seksual adalah faktor sosial dan psikologis. Lingkungan rumah yang memberi reinforcement kepada anak yang melakukan cross-dressing, misalnya, kemungkinan erkontribusi besar terhadap konflik antara anatomi sex anak dan identitas gender yang diperolehnya (Green, 1974, 1997; Zuckerman & Green, 1993). Walaupun demikian, faktor sosial tidak dapat menjelaskan mengapa seorang laki-laki yang dibesarkan sebagai perempuan, bahkan dengan organ seks perempuan, tetap tidak memiliki identitas gender perempuan dan akhirnya memilih untuk hidup sebagai laki-laki.
Teori belajar menekankan tidak adanya figur seorang ayah pada kasus anak laki – laki menyebabkan ia tidak mendapatkan model seorang pria.
Teori psikodinamika dan teori belajar lainnya menjelaskan bahwa orang dengan gangguan identitas gender tidak dipengaruhi tipe sejarah keluarganya. Faktor keluarga mungkin hanya berperan dalam mengkombinasikan dengan kecenderungan biologisnya. Orang yang mengalami gangguan identitas gender sering memperlihatkan gender yang berlawanan dilihat dari pemilihan alat bermainnya dan pakaian pada masa anak – anak. Hormon pernatal yang tidak seimbang juga mempengaruhi. Pikiran tentang maskulin dan feminine dipengaruhi oleh hormone seks fase – fase tertentu dalam perkembangan prenatal.
Terapi
Body Alterations
Pada terapi jenis ini, usaha yang dilakukan adalah mengubah tubuh seseorang agar sesuai dengan identitas gendernya. Untuk melakukan body alterations, seseorang terlebih dahulu diharuskan untuk mengikuti psikoterapi selama 6 hingga 12 bulan, serta menjalani hidup dengan gender yang diinginkan (Harry Benjamin International Gender Dysphoria Association, 1998). Perubahan yang dilakukan antara lain bedah kosmetik, elektrolisis untuk membuang rambut di wajah, serta pengonsumsian hormon perempuan. Sebagian transeksual bertindak lebih jauh dengan melakukan operasi perubahan kelamin.
Keuntungan operasi perubahan kelamin telah banyak diperdebatkan selama bertahun-tahun. Di satu sisi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan sosial yang bisa didapatkan dari operasi tersebut. Namun penelitian lain menyatakan bahwa pada umumnya transeksual tidak menyesal telah menjalani operasi, serta mendapat keuntungan lain seperti kepuasan seksual yan lebih tinggi.
Ganti kelamin
Sebelum tindakan operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan individu. Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi kelamin dilakukan. Tahap – tahap tersebut adalah:
Memastikan kemantapan dalam mengambil keputusan. Jika terdapat delusi paranoid dalam memutuskan mengganti kelamin, maka ahli bedah harus menolak permintaanya.
Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita, estrogennya ditingkatkan untuk menumbuhkan karakteristik alat kelamin sekunder wanita. Sedangkan pada wanita yang ingin menjadi pria, hormon androgennya ditingkatkan untuk mengembangkan karakteristik alat kelamin sekunder pria.
Sebelum operasi diwajibkan hidup selama satu tahun sebagai orang dari gender lawan jenisnya untuk memprediksi penyesuaian setelah operasi. Untuk orang yan mengganti kelamin dari pria menjadi wanita, penis dan testis dibuang. Kemudian jaringan dari penis digunakan untuk membuat vagina buatan. Jika dari wanita menjadi pria, ahli bedah membuang organ kelamin internal dan meratakan payudaranya dengan membuang jaringan lemak.
Pengubahan Identitas Gender
Walaupun sebagian besar transeksual memilih melakukan body alterations sebagai terapi, ada kalanya transeksual memilih untuk melakukan pengubahan identitas gender, agar sesuai dengan tubuhnya. Pada awalnya, identitas gender dianggp mengakar terlalu dalam untuk dapat diubah. Namun dalam beberapa kasus, pengubahan identitas gender melalui behavior therapy dilaporkan sukses. Orang-orang yang sukses melakukan pengubahan gender kemungkinan berbeda dengan transeksual lain, karena mereka memilih untuk mengikuti program terapi pengubahan identitas gender

http://www.psychologymania.com/2011/09/gangguan-identitas-gender-gender.html
http://www.psychologymania.com/2012/05/pengertian-stress.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
http://www.masbow.com/2008/06/abnormalitas-dalam-psikologi.html


Nama: M. Rizky Kurniawan
2PA08
14511208

Minggu, 12 Mei 2013

Kepribadian Sehat

Kepribadian Sehat
Menurut Rogers, manusia yang rasional dan sadar, tidak dikontrol oleh peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak, seperti pembiasaan akan kebersihan (toilet training), penyapihan yang lebih cepat, atau pengalaman-pengalaman seks sebelum waktunya. Hal-hal ini tidak mwnghukum atau mengutuk kita untuk hidup dalam konflik dan kecemasan yang tidak dapat dikontrol. Masa sekarang dan bagaimana kita memandangnya bagi kepribadian yang sehat, adalah jauh lebih penting dari masa lampau. Akan tetapi Rogers mengemukakan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi bagaimana kita memandang masa sekarang yang pda gilirannya mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis kita.
Rogers menempatkan suatu dorongan – “satu kebutuhan fundamental” – dalam sistemnya tentang kepribadian: memeliharakan, mengaktualisasikan, meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak lahir dan dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis dan psikologis, meskipun selama bertahun-tahun awal kehidupan kecenderungan tersbut lebih terarah kepada segi-segi fisologis. Akan tetapi aktualisasi berbuat jauh lebih banyak dari pada mempertahankan organism; aktualisasi memudahkan dan meningkatkan pematangan dan pertumbuhan. Jika bayi bertambah besar, organ-organ tubuh dan proses fisiologis menjadi semakin kompleks dan ber-diferensiasi karena meereka mulai berfungsi dalam arah-arah yang dituju. 

Perkembangan Diri
Dalam masa kecil, anak mulai membedakan, atau memisahkan salsh satu sgi pengalamannya dari semua yang lain-lainnya. Segi ini adalah diri dan itu digambarkan dengan bertambahnya penggunaan kata “aku” dan “kepunyaanku”. Anak itu mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara apa yang menjadi milik atau bagian dari dirinya dan semua benda lain yang dilihat, didengar, diraba, dan diciumnya ketika dia mulai membentuk suatu lukisan dan gambaran tentang siapa dia. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu “pengertian-diri” (self concept)
Sebagian besar dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia menjadi siapa atau ingin menjadi siapa. Gambaran-gambaran  itu dibentuk sebagai suatu akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain. Dengan mengamati reaksi-reaksi dari orang lain terhadap tingkah lakunya sendiri, anak itu secara ideal mengembangkan suatu pola gambaran-gambaran yang konsisten, suatu keseluruhan yang terintegrasi dimana kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri sebagaimana adanya dan diri sebagaimana yang mungkin diinginkannya untuk menjadi diperkecil. Dalam indicidu yang sehat dan yang meng aktualisasikan diri muncullah pola yang berkaitan. Situasi itu berbeda utnuk seorang individu yang mendapat gangguan emosional.

Positive Regard
Cara-cara  khusus bagaimana diri itu berkembang adan apakah dia akan menjadi sehat atau tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu dalam masa kecil. Pada waktu itu mulai berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Hal ini disebut penghargaan positif” (positive regard)
Positive regard, suatu kebutuhan yang memaksa dan merembes, dimiiki oleh semua manusia; setiap anak terdorong untuk mencari positive regard. Akan tetapi tidak semua anak akan menemukan kepuasan yang cukup akan kebutuhan ini. Anak puas jika ia menerima kasih sayang, cinta, dan persetujuan dari orang-orang lain, tetapi dia kecewa kalau dia menerima celaan dan kurang mendapat cinta dan kasih sayang.

Orang yang Berfungsi Sepenuhnya
Hal yang pertama dikemukakan tentang versi Rogers mengenai kepribadian sehat, yakni kepribadian sehat itu bukan merupakan suatu keadaan dari ada, melainkan suatu proses, “suatu arah bukan suatu tujuan”. Aktualisasi diri berlangsung terus; tidak pernah merupakan suatu kondisi yang selesai atau statis. Tujuan ini, yakni orientasi ke masa depan, menarik individu ke depan.
Hal kedua tentang aktualisasi diri itu ialah aktualisasi diri merupakan suatu proses yang sukar dan kadang-kadang menyakitkan. Aktualisasi diri merupakan suatu ujian, rintangan, dan pecutan terus-menerus terhadap semua kemampuan seseorang. Rogers menulis “aktualisasi diri merupakan keberanian untuk ada” “ha ini berarti meluncurkan diri sepenuhkan kedalam arus kehidupan”. Orang itu terbenam dan terbuka kepada seluruh ruang lingkup emosi dan pengalaman manusia dan merasakan hal-hal ini jauh lebih dalam dari pada seseorang yang kurang sehat.
Hal yang ketiga tentang orang-orang yang mengaktualisasikan diri, yakni mereka benar-benar adalh diri mereka sendiri. Mereka tidak bersembunyi dibelakang topeng-topeng atau kedok-kedok, yang berpura-pura sesuatu yang bukan mereka atau menyembunyikan sesuatu yang bukan diri mereka. Mereka tidak mengikuti petunjuk-petunjuk tingkah laku atau memperlihatkan kepribadian yang berbeda untuk situasi situasi yang berbeda. Mereka bebas dari harapan-harapan dan rintangan-rintangan yang diletakan oleh masyarakat mereka atau orangtua mereka.; mereka telah mengatasi aturan-aturan ini. Diri adalah tuan dari kepribadian dan beroprasi terlepas dari norma-norma yang ditentukan oleh orang lain. Akan tetapi orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak  agresif, memberontak secara terus-terang  atau dengan sengaja tidak konvensional dalam mencemohkan aturan-aturan dari orangtua dan masyarakat.

Sumber: Duane Schultz. 2008. Psikologi Pertumbuhan, Yogyakarta: Kanisius

Nama : M. Rizky Kurniawan
Kelas : 2PA08
NPM : 14511208

Selasa, 16 April 2013

Konsep Manusia



I.                   Behavioristik
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun 1913 yang berpendapat bahwa perilaku harus merupakan unsur subyek tunggal psikologi. Behaviorisme merupakan aliran revolusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis (yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak). Behaviorisme secara keras menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata. Dengan demikian, Behaviorisme tidak setuju dengan penguraian jiwa ke dalam elemen seperti yang dipercayai oleh strukturalism. Berarti juga behaviorisme sudah melangkah lebih jauh dari fungsionalisme yang masih mengakui adanya jiwa dan masih memfokuskan diri pada proses-proses mental. Behaviorisme ingin menganalisis bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan, dan diramalkan. Behaviorisme memandang pula bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan sekitarnya. Lingkungan yang buruk akan menghasilkan manusia buruk, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia baik. Kaum behavioris memusatkan dirinya pada pendekatan ilmiah yang sungguh-sungguh objektif. Kaum behavioris mencoret dari kamus ilmiah mereka, semua peristilahan yang bersifat subjektif, seperti sensasi, persepsi, hasrat, tujuan, bahkan termasuk berpikir dan emosi, sejauh kedua pengertian tersebut dirumuskan secara subjektif.


Menurut beberapa ahli Behaviorisme, kesadaran tidak dapat diobservasi secara langsung. Untuk menjelaskan tentang manusia, mereka menolak metode introspeksi karena tidak di peroleh data yang objektif.

Penelitian Thorndike terhadap tingkah laku binatang mencerminkan prinsip dasar proses belajar yang dianut oleh Thorndike, yaitu bahwa dasar dari belajar adalah asosiasi. Suatu stimulus (S) akan menimbulka suatu respon (R) tertentu. Teori ini disebut teori Stimulus-Response (S-R). Dalam teori S-R dikatakan bahwa dalam prose belajar, pertama kali organisme dengan cara coba-dan-salah (trial and error). Apabila organisme menghadapi masalah, maka organisme itu akan bertingkah laku untuk memecahkan masalah itu. Apabila kebetulan tingkah laku itu dapat memecahkan masalah, maka berdasarkan pengalaman itulah bila timbul masalah serupa organism sudah mengetahui tingkah laku mana yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut.

Berdasarkan teori Skinner dari percobaannya yang disebut kondisioning operant terdapat dua prinsip umum yang berkaitan dengan kondisioning operant, yaitu: setiap respon yang diikuti oleh reward à ini bekerja reinforcement stimuli à akan cenderung diulangi. Reward dan reinforcement stimuli akan meningkatkan terjadinya respons.
Dengan kata lain reward merupakan sesuatu yang meningkatkan probalitas timbulnya respon. Dalam kondisioning operan tertekan pada respon atau prilaku konsekuensinya. Dalam kondisioning operan organisme harus membuat respon sedemikian rupa untuk memperoleh reinforcement yang merupakan reinforcement stimuli. Disini letak perbedaan pokok antara kondisioning klasik dengan kondisioning operan. Pada kondisioning klasik organisme tidak perlu membuat aktivitas untuk membuat reward atau reinforcement.

II.                Psikoanalisis
Sigmund Freud merupakan pendiri psikoanalisa. Menurut Freud pikiran-pikiran yang di repres atau di tekan, merupakan sumber prilaku yang tidak normal/menyimpang. Freud mempunyai pandangan bahwa kepribadian terdiri dari Id, Ego, dan Super ego.  Id merupakan primitive dari kepribadian, Id mengandung insting seksual dan insting agresif. Id membutuhkan satisfaction dengan segera tanpa memperhatikan realitas yang ada, sehingga oleh Frued disebut prinsip kenikmatan (pleasure principle). Ego disebut prinsip realitas. Sedang Super ego merupakan prinsip moral (morality principle), mengontrol prilaku dari segi moral.

Insting dan Kecemasan
Freud menyatakan manusia memiliki insting, terdiri dari insting untuk hidup dan insting untuk mati. Insting hidup mencakup lapar, haus, dan seks, ini merupakan kekuatan kreatif dan oleh Frued disebut Libido. Sedangkan insting mati merupakan kekuatan destruktif. Hal ini dapat ditujukan kepada diri sendiri, menyakiti diri sendiri atau bunuh diri atau ditujukan keluar merupakan bentuk agresi. Menurut Freud ada tiga macam kecemasan yaitu kecemasan objektif merupakan kecemasan yang timbul dari ketakutan terhadap bahaya nyata. Kecemasan neurotik merupakan kecemasan atau merasa takut akan mendapatkan hukuman atas keinginan yang impulsif. Kecemasan moral merupakan kecemasan yang berkaitan dengan moral. Seseorang merasa cemas karena melanggar norma-norma moral, inilah yang disebut kecemasan moral.

Pandangan lain dari Freud yang penting adalah tentang mekanisme pertahanan. Mekeanisme pertahanan ini bertujuan untuk menyalurkan dorongan-dorongan primitif yang tidak dapat dibenarkan oleh super ego dan ego. Mekanisme pertahanan ini berfungsi untuk melindungi super ego dan ego dari ancaman dorongan primitif yang mendesak terus karena tidak diijinkan oleh super ego. Sembilan mekanisme pertahanan yang dikemukakan Freud ialah Represi, Pembentukan Reaksi, Proyeksi, Penempatan yang Keliru, Rasionalisasi, Supresi, Sublimasi, Kompensasi dan Regresi.

Freud juga berpendapat bahwa setiap individu memiliki seksualitas kanak-kanak yaitu dorongan seksual yang terdapat pada bayi. Dorongan ini berkembang terus menjadi dorongan seksualitas pada orang dewasa, melalui beberapa tingkat perkembangan, yaitu:
                                i.            Faseo Oral (Mulut): Pada fase ini kepuasan seksual utama terdapat di sekitar mulut. Contoh: perbuataan bayi menyusu pada ibunya atau memasukan benda-benda ke dalam mulutnya.
                              ii.            Fase Anal (Anus): Pada fase ini kira-kira usia dua tahun, daerah kepuasan seksual berpindah ke anus. Contoh: anak duduk di pispot sampai lama untuk menikmati kepuasan seksualnya pada anus.
                            iii.            Fase Phalic: Pada anak usia 6-7 tahun kepuasaan seksualnya terdapat pada kelamin. Tetapi berbeda dengan kepuasaan seksual orang dewasa, kepuasaan seksual fase phallic ini tidak bertujuan untuk mengembangkan keturunannya.
                            iv.            Fase Latent: Pada usia 7-8 tahun sampai menginjak awal amasa remaja, seolah-olah tidak ada aktivitas seksual. Karena itu masa ini disebut fase latent.
                              v.            Fase Genital: Dimulai sejak remaja; segala kepuasaan seks terutama berputas pada alat kelamin.

III.             Humanistik
Abraham Maslow yang dipandang sebagai bapak Psikologi Humanistik. Gerakan ini merasa tidak puas terhadap psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan memfokuskan penelitiannya pada manusia dan cirri-ciri eksistensinya.
Tokoh-tokoh psikologi humanistik memandang behaviorisme mendehumanisasi manusia. Psikologi Humanistik mengarahkan perhatiannya pada humanisai psikologi yang menekankan keunikan manusia. Menurut psikologi Humanistik manusia adalah makhluk kreatif, yang dikendalikan oleh nilai-nilai dan pilihannya sendiri bukan oleh kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.

Maslow menuangkan teori motivasinya pada buku, yang di dalam bukunya tersebut diuraikan lima macam hirarki kebutuhan manusia. Yang meliputi:
a)      Kebutuhan-kebutuhan fisioogis
b)      Kebutuhan-kebutuhan rasa aman
c)      Kebutuhan-kebutuhan cinta dan memiliki
d)     Kebutuhan akan penghargaan
e)      Kebutuhan akan aktualisasi diri
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dikatakan hirarki karena kebutuhan yang lebih tinggi menuntu dipenuhi apabila kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah sudah terpenuhi. Menurut Maslow psikologi harus lebih manusiawi, yaitu lebih memusatkan perhatiannya pada masalah-masalah kemanusiaan. Ada empat cirri psikologi yang berorientasi humanistic, yaitu:
                                                        i.            Memusatkan perhatian pada person yang mengalami, dan karena focus pada pengalaman sebagai fenomena primer dalam mempelajari manusia.
                                                      ii.            Memberi tekanan pada kualitas-kualitas khas manusia, seperti kreatifitas, aktualisasi diri, sebagai lawan pandangan tentang manusia yang mekanistik dan reduksionistik.
                                                    iii.            Menyadarkan diri pada kebermaknaan dalam memilih masalah-masalah yang akan dipelajari dan prosedur-prosedur penelitian yang akan digunakan.
                                                    iv.            Memberikan perhatian peuh dan meletakan nilai yg tinggi pada kemuliaan pada martabat manusia serta tertarik pada perkembangan potensi yang inheren pada setiap individu.
Sumber: 
psikologi (2010). Jurnal Online Kajian Psikologi. from http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/aliran-behaviorisme.htm, 12 april 2013
Heru Basuki A.M. (2008). Psikologi Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma.

Minggu, 10 Maret 2013

Arti Sehat



Istilah sehat dalam kehidupan sehari-hari sering dipakai untuk menyatakan bahwa sesuatu dapat bekerja secara normal. Bahkan benda mati pun seperti kendaraan bermotor atau mesin, jika dapat berfungsi secara normal, maka seringkali oleh pemiliknya dikatakan bahwa kendaraannya dalam kondisi sehat. Kebanyakan orang mengatakan sehat jika badannya merasa segar dan nyaman. Bahkan seorang dokterpun akan menyatakan pasiennya sehat manakala menurut hasil pemeriksaan yang dilakukannya mendapatkan seluruh tubuh pasien berfungsi secara normal. Namun demikian, pengertian sehat yang sebenarnya tidaklah demikian. Pengertian sehat menurut UU Pokok Kesehatan No. 9 tahun 1960, Bab I Pasal 2 adalah keadaan yang meliputi kesehatan badan (jasmani), rohani (mental), dan sosial, serta bukan hanya keadaan bebas dari penyakit, cacat, dan kelemahan. Pengertian sehat tersebut sejalan dengan pengertian sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1975 sebagai berikut: Sehat adalah suatu kondisi yang terbebas dari segala jenis penyakit, baik fisik, mental, dan sosial.
Batasan kesehatan tersebut di atas sekarang telah diperbaharui bila batasan kesehatan yang terdahulu itu hanya mencakup tiga dimensi atau aspek, yakni: fisik, mental, dan sosial, maka dalam Undang- Undang N0. 23 Tahun 1992, kesehatan mencakup 4 aspek, yakni: fisik (badan), mental (jiwa), sosial, dan ekonomi. Batasan kesehatan tersebut diilhami oleh batasan kesehatan menurut WHO yang paling baru. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi.
Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau usia lanjut, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi usia lanjut atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat.
Keempat dimensi kesehatan tersebut saling mempengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat.
Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
• Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
• Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
• Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa (Allah SWT dalam agama Islam). Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
Definisi Sehat (WHO)
“Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of diseases or infirmity”.

Menurut WHO, ada tiga komponen penting yang merupakan satu kesatuan dalam definisi sehat yaitu:
1. Sehat Jasmani
Sehat jasmani merupakan komponen penting dalam arti sehat seutuhnya, berupa sosok manusia yang berpenampilan kulit bersih, mata bersinar, rambut tersisir rapi, berpakaian rapi, berotot, tidak gemuk, nafas tidak bau, selera makan baik, tidur nyenyak, gesit dan seluruh fungsi fisiologi tubuh berjalan normal.
2. Sehat Mental
Sehat Mental dan sehat jasmani selalu dihubungkan satu sama lain dalam pepatah kuno “Jiwa yang sehat terdapat di dalam tubuh yang sehat “(Men Sana In Corpore Sano)”.
Atribut seorang insan yang memiliki mental yang sehat adalah sebagai berikut:
a. Selalu merasa puas dengan apa yang ada pada dirinya, tidak pernah menyesal dan kasihan terhadap dirinya, selalu gembira, santai dan menyenangkan serta tidak ada tanda-tanda konflik kejiwaan.
b. Dapat bergaul dengan baik dan dapat menerima kritik serta tidak mudah tersinggung dan marah, selalu pengertian dan toleransi terhadap kebutuhan emosi orang lain.
c. Dapat mengontrol diri dan tidak mudah emosi serta tidak mudah takut, cemburu, benci serta menghadapi dan dapat menyelesaikan masalah secara cerdik dan bijaksana.

3. Kesejahteraan Sosial
Batasan kesejahteraan sosial yang ada di setiap tempat atau negara sulit diukur dan sangat tergantung pada kultur, kebudayaan dan tingkat kemakmuran masyarakat setempat. Dalam arti yang lebih hakiki, kesejahteraan sosial adalah suasana kehidupan berupa perasaan aman damai dan sejahtera, cukup pangan, sandang dan papan. Dalam kehidupan masyarakat yang sejahtera, masyarakat hidup tertib dan selalu menghargai kepentingan orang lain serta masyarakat umum.

4. Sehat Spiritual
Spiritual merupakan komponen tambahan pada definisi sehat oleh WHO dan memiliki arti penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap individu perlu mendapat pendidikan formal maupun informal, kesempatan untuk berlibur, mendengar alunan lagu dan musik, siraman rohani seperti ceramah agama dan lainnya agar terjadi keseimbangan jiwa yang dinamis dan tidak monoton.
Keempat komponen ini dikenal sebagai sehat positif atau disebut sebagai “Positive Health” karena lebih realistis dibandingkan dengan definisi WHO yang hanya bersifat idealistik semata-mata.

Sumber: http://bedande.blogspot.com/2012/03/pengertian-sehat-menurut-who.html
             http://afand.abatasa.com/post/detail/2456/pengertian-sehat