Kamis, 26 September 2013

Definisi Komunikasi, Dimensi Komunikasi, definisi Leadership dan Teori Leadership



Definisi Komunikasi

Menurut Onong Uchjana Effendy komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberitahu, mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik secara lisan (langsung) ataupun tidak langsung (melalui media)

Analisis Pengertian Komunikasi Dan 5 (Lima) Unsur Komunikasi Menurut Harold Lasswell Sat, 10/11/2007 - 6:54pm — Rejals Analisis Definisi Komunikasi Menurut Harold Lasswell

Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa? mengatakan apa? dengan saluran apa? kepada siapa? dengan akibat atau hasil apa? (who? says what? in which channel? to whom? with what effect?). (Lasswell 1960).

 

 

·         Pengertian komunikasi menurut para ahli Pendapat dari Soewarno Handaya Ningrat: Komunikasi adalah proses interaksi atau hubungansaling pengertian satu sama lain antara sesama manusia. Proses interaksi atau hubungan satusama lain yang dikehendaki oleh seorang dengan maksud agar dapat diterima dan dimengertiantara sesamanya. (Soewarno Handaya Ningrat. Pengantar Ilmu Studi Dan Manajemen.CV HajiMasagung, Jakarta, 1980, hal 94)Pendapat dari T. Hani Handoko: Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian dalambentuk gagasan atau informasi dari seseorang ke orang lain. Perpindahan pengertian tersebutmelibatkan lebih dari sekedarkata-kata yang digunakan dalam percakapan, tetapijuga ekspresiwajah, intonasi, titik putus tidak hanya memerlukan transmisi data, tetapi bahwa tergantug padaketrampilan- ketramilan tertentu untuk membuat sukses pertukaran informasi. (T. Hani Handoko,Manajemen, BPFE Yogyakarta, 1986, hal 272)Pendapat dari Sukanto Reksodiprojo: Komunikasi adalah usah mendorong orang lain untukmenginterprestasikan pendapat seerti apa yang dikehendaki oleh orang yang mempunyaipendapat tersebut serta diharapkan diperoleh titik kesamaan untuk pengertian. (SukantoReksohadiprojo. Organisasi perusahaan,

Salah satu kebutuhan pokok manusia , seperti dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolis atau penggunaan lambang. Manusia memang satu-satunya hewan yang menggunakan lambang , dan itulah yang membedakan manusia dengan hewan lainnya. Ernest Cassirer mengatakan bahwa keunggulan manusia atau mahluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata maupun abstrak) tanpa kehadiran manusia atau objek tersebut.

Dimensi Komunikasi

Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara nonverbal. Dimensi isi menunjukkan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukkan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.
Dalam komunikasi massa, dimensi isi merujuk pada isi pesan, sedangkan dimensi hubungan merujuk kepada unsur-unsur lain, termasuk juga jenis saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan tersebut. Pengaruh suatu berita atau artikel dalam surat kabar, misalnya, hanya bukan bergantung pada isinya, namun juga pada siapa, penulisnya, tata letak (lay out)-nya, jenis huruf yang digunakan, warna tulisan, dan sebagainya

http://kgiaji.wordpress.com/tag/komunikasi-mempunyai-dimensi-isi-dan-dimensi-hubungan/

1.      Dimensi Komunikasi Sistem Organisasi

 

v Komunikasi Internal

Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berujud komunikasi antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi primer maupun sekunder (menggunakan media nirmassa). Komunikasi internal ini lazim dibedakan menjadi dua, yaitu:

  • Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-informasi, dll kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada pimpinan.
  • Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari karyawan kepada karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja dan kepuasan kerja.

v Komunikasi Eksternal

Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan khalayak di luar organisasi. Pada organisasi besar, komunikasi ini lebih banyak dilakukan oleh kepala hubungan masyarakat dari pada pimpinan sendiri. Yang dilakukan sendiri oleh pimpinan hanyalah terbatas pada hal-hal yang ianggap sangat penting saja. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik:

  • Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan, setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur; leaflet; poster; konferensi pers.
  • Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh organisasi.

 
2.      Dimensi Komunikasi Antar Budaya
 Dari tema pokok demikian, maka perlu pengertian – pengertian operasional
dari kebudayaan dan kaitannya dengan KAB. Untuk mencari kejelasan dan
mengintegrasikan berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan komunikasi antar
budaya, ada 3 dimensi yang perlu diperhatikan (kim. 1984 : 17-20).
(1) Tingkat masyarakat kelompok budaya dari partisipan-partisipan komunikasi.
(2) Konteks sosial tempat terjadinya KAB,
(3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang bersifat verbal maupun nonverbal).

Ad(1) : Tingkat Keorganisasian Kelompok Budaya
Istilah kebudayaan telah digunakan untuk menunjuk pada macam-macam
tingkat lingkungan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah
kebudayaan mencakup :
- Kawasan – kawasan di dunia, seperti : budaya timur/barat.
- Sub kawasan-kawasan di dunia, seperti : budaya Amerika Utara/Asia Tenggara,
- Nasional/Negara, seperti, : Budaya Indonesia/Perancis/Jepang,
- Kelompok-kelompok etnik-ras dalam negara seperti : budaya orang
 -Amerika Hutam, budaya Amerika Asia, budya Cina Indonesia,

Macam-macam subkelompok sosiologis berdasarkan kategorisasi jenis
-kelamin kelas sosial. Countercultures (budaya Happie, budaya orang di
-penjara, budaya gelandangan, budaya kemiskinan).
-Perhatian dan minat dari ahli-ahli KAB banyak meliputi komunikasi antar
-individu – individu dengan kebudayaan nasional berbeda (seperti wirausaha
-Jepang dengan wirausaha Amerika/Indonesia) atau antar individu dengan
-kebudayaan ras-etnik berbeda (seperti antar pelajar penduduk asli dengan
-guru pendatang). Bahkan ada yang lebih mempersempit lagi pengertian

pada “kebudayaan individual” karena seperti orang mewujudkan latar belakang yang unik.

Ad.(2) : Konteks Sosial
Macam KAB dapat lagi diklasifikasi berdasarkan konteks sosial dari terjadinya. Yang biasanya termasuk dalam studi KAB :
- Business
- Organizational
- Pendidikan
- Alkulturasi imigran
- Politik
- Penyesuaian perlancong/pendatang sementara
- Perkembangan alih teknologi/pembangunan/difusi inovasi
- Konsultasi terapis.

Komunikasi dalam semua konteks merupakan persamaan dalam hal
dasar dan proses komunikasi manusia (transmitting, receiving,
processing). Tetapi adanya pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latar
belakang pengalaman individu membentuk pola-pola persepsi pemikiran.
Penggunaan pesan-pesan verbal/nonverbal serta hubungan-hubungan
antaranya. Maka variasi kontekstual, merupakan dimensi tambahan yang
mempengaruhi prose-proses KAB.

Misalnya : Komunikasi antar orang Indonesia dan Jepang dalam suatu transaksi dagang akan berbeda dengan komunikasi antar keduanya dalam berperan sebagai dua mahasiswa dari suatu universitas

Jadi konteks sosial khusus tempat terjadinya KAB memberikan pada para partisipan hubungna-hubungan antar peran. Ekpektasi, norma-norma dan aturan-aturan tingkah laku yang khusus.

Ad.(3) : Saluran Komunikasi
Dimensi lain yang membedakan KAB ialah saluran melalui mana KAB terjadi.
Secara garis besar, saluran dapat dibagi atas :
- Antarpribadi/interpersonal/person-person,
- Media massa.

Bersama –sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB.
Misalnya : orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika akan memilih pengalaman yang be­beda dengan keadaan apabila ia sendiri berada disana dan melihat dengan mata kepala sendiri.

Umumnya, pengalaman komunikasi antar pribadi dianggap memberikan dampak yang lebih mendalam. Komunikasi melalui media kurang dalam hal feedback langsung antar partisipan dan oleh karena itu, pada pokoknyabersifat satu arah. Sebaliknya, saluran antarpribadi tidak dapat menyaingi kekuatan saluran media dalam mencapai jumlah besar manusia sekaligus melalui batas-batas kebudayaan. Tetapi dalam keduanya, proses-proses komunikasi bersifat antar budaya bila partisipan-partisipannya­berbeda latar belakang budayanya.

Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah ataupun bersamaan, dalam mengklasifikasikan fenomena KAB khusus. Misalnya : kita dapat menggambarkan komunikasi antara Presiden Indonesia dengan Dubes baru dari Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks politik, komunikasi antara pengacara AS dari keturunan Cina dengan kliennya orang AS keturunan Puerto Rico sebagai komunikasi antar ras/antar etnik dalam konteks business; komunikasi immigran dari Asia di Australia sebagai komunikasi antar etnik, antarpribadi dan massa dalam konteks akulturasi migran.
Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok kontkes sosial dan saluran komunikasi, komunikasi dianggap antar budaya apabila para komunikator yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latar belakang pengalaman berbeda

3.      Dimensi Komunikasi Politik

Manajemen Komunikasi Politik adalah istilah yang terdiri dari gabungan istilah manajemen, komunikasi, dan politik yang ketiganya merupakan kajian keilmuan yang berbeda. Berikut ini penjelasan masing-masing istilahnya:

Manajemen adalah sebuah kontrol dan pembuatan keputusan dalam sebuah bisnis atau kegiatan lain. Bisa juga dikatakan orang yang mengontrol bisnis, organisasi atau sejenisnya, “the people who control business orgnization or similar”. Mary Parker Follet mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien.

Komunikasi adalah kajian keilmuan yang membahas masalah pelaku, pesan, saluran, dan efek dari interaksi. Harold Laswell mendasari penjelasan ini dengan mendefinisikan komunikasi sebagai jawaban atas pertanyaan–pertanyaan sebagai berikut : “who says what in which channel to whom with what effect”.

Politik adalah kajian keilmuan yang membahas masalah pelaku, sumber daya, kapan dan bagaimana mendapatkan kekuasaan. Definisi politik merupakan jawaban dari pertanyaan “who, gets what, when, how”. Rod Hague mengemukakan bahwa Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya

Komunikasi politik merujuk pada pertukaran simbol atau pesan yang sangat dipengaruhi oleh atau merupakan hasil konsekuensi dari sistem politik. Definisi ini didasari penjelasan dari Meadow (1960) yang mmengatakan “Political communication refers to any exchange of symbols or messages that to a significant extent have been shaped by or have consequences for the political system”.

Manajemen Komunikasi Politik bisa diartikan sebagai usaha mengatur pesan atau simbol untuk mencapai tujuan berupa didapatkannya berbagai sumber daya. Sumber daya dalam hal ini bisa berupa sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya simbol dan makna, dan sebagainya.

Dimensi-dimensi komunikasi dalam dunia politik mencakup “who”, “manage what”, “when”, dan “how”. “who” dalam konteks komunikasi merupakan komunikator, Ia adalah pengendali pesan dan pengharap efek yang ia rumuskan pada awal berkomunikasi. “who” dalam komunikasi politik bisa seorang politikus atau suatu partai yang berusaha membangun basis dukungan.

manage what” dalam lingkup komunikasi tidak berfokus pada sumber daya fisik, namun lebih kepada pesan, simbol, dan makna yang akan dikomunikasikan ke khalayak sasaran. Konteks politik mencontohkan dalam hal ini adalah pesan-pesan pemilu, cara pemilihan, dan program-program kampanye, ideologi, kebijakan baru, dan sebagainya.

Dimensi “When” meliputi waktu kapan yang tepat seorang komunikator dalam membangun pesan, memahami lingkungan, dan menyampaikan pesannya. Dimensi waktu sangat penting dalam komunikasi karena waktu bisa menjadi wadah berbagai makna penting. Misalnya konteks politik dalam hal waktu misal saat bencana terjadi adalah waktu yang tepat bagi artai politik menunjukkan kepeduliannya dengan menolong korban bencana.

Dimensi “how” adalah dimensi proses dan strategi dalam menyampaikan pesan dalam berkomunikasi. Dimensi cara ataupun strategi yang tepat dalam menyampaikan pesan sangat besar pengaruhnya bagi pencapaian tujuan politik. Strategi bagaimana membentuk citra, bagaimana mengangkat citra politikus ataupun partai menjadi sangat krusial dalam politik.

Definisi Leadership

Menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok


Menurut Young (dalam Kartono, 2003) Pengertian Kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.

Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpnan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.


Teori Leadership

Salah satu kontribusi yang paling banyak disebut dari para teoritikus Tipe 2 atau Teori Organisasi Klasik adalah tesis Douglas McGregor yang menyatakan bahwa ada dua pandangan tentang manusia: yang pertama dasarnya negatif – Teori X – dan yang lainnya pada dasarnya positif – Teori Y. Teori X dan Teori Y yang ia ajukan dalam memandang manusia (pegawai).
Setelah meninjau bagaimana manajer berhubungan dengan pegawai, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer seputar sifat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu dan ia cenderung memperlakukan pegawai berdasarkan asumsi-asumsi tersebut. Asumsi ini dapat bersifat negatif (Teori X) atau positif (Teori Y).
Di bawah Teori X ada empat asumsi yang dianut oleh para manajer:
 - Pegawai tidak menyukai pekerjaannya dan sebisa mungkin akan berupaya menghindarinya..
-Karena pegawai tidak menyukai pekerjaannya, mereka harus diberi sikap keras, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman agar mau melakukan pekerjaan.
-Pegawai akan mengelakkan tanggung jawab dan mencari aturan-aturan organisasi yang membenarkan penghindaran tanggung jawab tersebut.
-Kebanyakan pegawai menempatkan rasa aman di atas faktor lain yang berhubungan dengan pekerjaan dan hanya akan memperlihatkan sedikit ambisi.
Kebalikan dari pandangan yang negatif terhadap manusia, McGregor menempatkan empat asumsi lain yang disebut Teori Y:
1.      Para pegawai dapat memandang pekerjaan sebagai sesuatu yang biasa sebagaimana halnya istirahat dan bermain.
2.    Manusia dapat mengendalikan dirinya sendiri jika mereka punya komitmen pada tujuan-tujuan 
 3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menyetujui, bahkan untuk memikul tanggung jawab.
4.  Kreativitas – yaitu kemampuan mencari keputusan yang terbaik – secara luas tersebar di populasi pekerja dan bukan hanya mereka yang . menduduki fungsi manajerial.

implikasi dari Teori X dan Teori Y McGregor terhadap organisasi adalah bahwa asumsi-asumsi Teori Y lebih dapat diterima dan dapat menuntun manajer dalam mendesain organisasi dan memotivasi para pegawai. Tahun 1960-an antusiasme pekerja cukup tinggi untuk berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan organisasi, penciptaan tanggung jawab dan tantangan pekerjaan, termasuk pembangunan hubungan kelompok-kelompok kerja yang lebih baik. Antusiasme ini, sebagian besar, diakibatkan oleh Teori Y dari McGregor.

Empat Sistem – Rensis Likert
Gaya kepemimpian yaitu sikap dan tindakan yang dilakukan pemimpin dalam menghadapi bawahan. Ada dua macam gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas dan gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan.

Dalam gaya yang ber orientasi pada tugas ditandai oleh beberapa hal sebagai berikut:
- Pemimpin memberikan petunjuk kepada bawahan.
- Pemimpin selalu mengadakan pengawasan secara ketat terhadap bawahan.
- Pemimpin meyakinkan kepada bawahan bahwa tugas-tugas harus dilaksanakan sesuai
dengan keinginannya.
- Pemimpin lebih menekankan kepada pelaksanaan tugas daripada pembinaan dan pe-
ngembangan bawahan.

Sedangkan gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada karyawan atau bawahan
ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut.
- Pemimpin lebih memberikan motivasi daripada memberikan pengawasan kepada
bawahan.
- Pemimpin melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan.
- Pemimpin lebih bersifat kekeluargaan, saling percaya dan kerja sama, saling
menghormati di antara sesama anggota kelompok.

Sebagai pengembangan, maka para ahli berusaha dapat menentukan mana di antara
kedua gaya kepemimpinan itu yang paling efektif untuk kepentingan organisasi atau
perusahaan. Salah satu pendekatan yang dikenal dalam menjalankan gaya kepemimpinan
adalah ada empat sistem manajemen yang dikembangkan oleh Rensis Likert. Empat sistem
tersebut terdiri dari:
- Sistem 1, otoritatif dan eksploitif:
manajer membuat semua keputusan yang berhubungan dengan kerja dan memerintah
para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metode pelaksanaan juga secara
kaku ditetapkan oleh manajer.
- Sistem 2, otoritatif dan benevolent:
manajer tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi bawahan kebebasan
untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut. berbagai fleksibilitas untuk melaksanakan tugas-tugas mereka dalam batas-batas dan
prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.
- Sistem 3, konsultatif:
manajer menetapkan tujuan-tujuan dan memberikan perintah-perintah setelah hal-hal itu didiskusikan dahulu dengan bawahan. Bawahan dapat membuat keputusan – keputusan mereka sendiri tentang cara pelaksanaan tugas. Penghargaan lebih digunakan untuk memotivasi bawahan daripada ancaman hukuman.
- Sistem 4, partisipatif:
adalah sistem yang paling ideal menurut Likert tentang cara bagaimana organisasi seharusnya berjalan. Tujuan-tujuan ditetapkan dan keputusan-keputusan kerja dibuat oleh kelompok. Bila manajer secara formal yang membuat keputusan, mereka melakukan setelah mempertimbangkan saran dan pendapat dari para anggota kelompok. Untuk memotivasi bawahan, manajer tidak hanya mempergunakan penghargaan-penghargaan ekonomis tetapi juga mencoba memberikan kepada bawahan perasaan yang dibutuhkan dan penting.


Tannenbaum dan Schmidt.

Berkaitan dengan masalah gaya kepemimpinan dan dengan pertanyaan seperti manajer dapat demokratis terhadap bawahan, namun mempertahankan otoritas yang diperlukan dan kontrol. untuk tujuan analisis mereka telah menghasilkan sebuah kontinum perilaku kepemimpinan mulai dari autoritarian styeles di satu ekstrem ke gaya demokratis di sisi lain, yang mereka sebut bos s-berpusat dan berpusat pada bawahan tidak seperti orang lain model kepemimpinan berusaha untuk menyediakan kerangka kerja untuk analisis dan pilihan individu.
para penulis mengusulkan tiga faktor utama yang menjadi pilihan tergantung pola kepemimpinan:

1. kekuatan di manajer (egattitudes, kepercayaan, nilai-nilai)
2. kekuatan di bawahan (egtheir sikap, kepercayaan, nilai dan harapan dari pemimpin
3. kekuatan dalam situasi (egpreasure dan kendala yang dihasilkan oleh tugas-tugas, iklim organisasi dan lain-lain faktor extrancous).

Tujuh “pola kepemimpinan” yang diidentifikasi oleh Tannenbaum dan Schmidt. Pola kepemimpinan ditandai dengan angka-angka di bagian bawah diagram ini mirip dengan gaya kepemimpinan, tetapi definisi dari masing-masing terkait dengan proses pengambilan keputusan.

Kepemimpinan Pola 1: “Pemimpin izin bawahan berfungsi dalam batas-batas yang ditentukan oleh superior.”
Contoh: Pemimpin memungkinkan anggota tim untuk memutuskan kapan dan seberapa sering untuk bertemu.

Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin mendefinisikan batas-batas, dan meminta kelompok untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.

Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan masalah, mendapat kelompok menunjukkan, maka pemimpin membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.

Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin tentatif menyajikan keputusan untuk kelompok. Keputusan dapat berubah oleh kelompok.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Rabu akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.

Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan ide-ide dan mengundang pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Rabu untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian meminta kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.

Kepemimpinan Pola 6: “Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang benar.”
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Rabu. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Rabu adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.

Kepemimpinan Pola 7: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan bertemu pada hari Rabu apakah mereka suka atau tidak, dan mengatakan bahwa berita itu kepada tim.

Fiedler Contingency model

Model ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung pada situasi yang dihadapi dan perubahan gaya bukan merupakan suatu hal yang sulit.

Fiedler memperkenalkan tiga variabel yaitu:
a. task structure : keadaan tugas yang dihadapi apakah structured task atau unstructured task

b. leader-member relationship : hubungan antara pimpinan dengan bawahan, apakah kuat (saling percaya, saling menghargai) atau lemah.

c. Position power : ukuran aktual seorang pemimpin, ada beberapa power yaitu:
a. legitimate power : adanya kekuatan legal pemimpin

b. reward power : kekuatan yang berasal imbalan yang diberikan pimpinan
c. coercive power : kekuatan pemimpin dalam memberikan ancaman
d. expert power : kekuatan yang muncul karena keahlian pemimpinnya
e. referent power : kekuatan yang muncul karena bawahan menyukai pemimpinnya
f. information power : pemimpin mempunyai informasi yang lebih dari bawahannya.

  • · strategi yg paling efektif mungkin akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya.

1. Penerimaan kenyataan dasar ini melandasi teori tentang efektifitas pemimpin yang dikembangkan oleh Fiedler, yang menerangkan teorinya sebagai Contingency Approach.

2. Asumsi sentral teori ini adalah bahwa kontribusi seorang pemimpin kepada kesuksesan kinerja oleh kelompoknya adalah ditentukan oleh kedua hal yakni karakteristik pemimpin dan dan oleh berbagai variasi kondisi dan situasi. Untuk dapat memahami secara lengkap efektifitas pemimpin, kedua hal tsb harus dipertimbangkan.

3. Fiedler memprediksi bahwa para pemimpin dengan Low LPC yakni mereka yang mengutamakan orientasi pada tugas, akan lebih efektip dibanding para pemimpin yang High LPC, yakni mereka yang mengutamakan orientasi kepada orang/hubungan baik dengan orang apabila kontrol situasinya sangat rendah ataupun sangat tinggi.

4. Sebaliknya para pemimpin dengan High LPC akan lebih efektif dibanding pemimpin dengan Low LPC apabila kontrol situasinya moderat.
Sumber:
Nama : M. Rizky Kurniawan
NPM : 14511208


 

 

Minggu, 30 Juni 2013

Kaitan Abnormalitas dengan Konsep Motivasi, Stress dan Gender



Abnormalitas
Ada empat cara abnormalitas yang dapat dikenal (Sarason & Sarason 1980) dan kebanyakkan bersetuju dengan pendekatan ini. Pertama ialah keadaan yang terkeluar dari pada norma statistik. Kedua ialah keadaan atau sifat-sifat yang terkeluar dari pada norma-norma sesuatu maayarakat. Ketiga ialah dengan mengenal cara mengenalpasti tingkah laku yang disalah adaptasi. Lazimnya, tingkahlaku yang disalah adaptasi oleh seseoarang yang sentiasa bersedih dan bermuram tidak akan lalu makan ,tidak boleh tidur ,tidak boleh keluar ,atau bergaul dengan oarang lain.Ini memaparkan tingkahlaku abnormal .Ini semua menggangu tatacara kehidupan nya harian nya.

Cara terakhir yang sering digunakan oleh pakar psikologi klinikal dalam menentukan tingkahlaku normal atau abnormal adalah dengan mengenalpasti kadar tekanan peribadi yang dihadapi oleh seseoarang itu. Bagai mereka yang sentiasa sedih, bermuram, tidak boleh bergaul dengan orang lain, yang sentiasa menghadapi tekanan dan beberapa masalah yang menggangu kehidupan harian mereka ini dikatakan sebagai cenderung kearah menghadapi masalah jiwa
INDIVIDU seperti ini jarang sekali dapat menyesuaikan dirinya dengan baik dalam berbagai bentuk sekitaran berbeza dan lantaran itu akan memencilkan dirinya dengan masyarakat.Kebanayakkan masanya akan iperuntukkan bagi menghadapi serta melayan tekanan yangs edang dihadapi tetapi tidak mencari jalan penyelesaian nya.

Satu kajian menarik yang dilakukan oleh Lili Mastura dan Prof. Wan Rafaei (1985)
,melihat kepada persepsi pelajar -pelajar melayu terhadap laku bilazim. Antara lain ,golongan ini melihat tingkahlaku bilazim sebagai merbahaya kepada masyarakat..menjatuhkan nama baik keluarga ,menyusahkan orang lain ,tidak boleh bercakap ttg perkara-perkara yang tidak penting ,mementingkan diri sendiri dan bertingkahlaku tak menentu .Daripada pandangan ini ,boleh dikatakan yang golongan belia mempersepsikan mereka yang abnormal sebagai satu kumpulan yang keluar dari norma-norma seperti sifat tingkahlaku serta sikap anggota sebuah masyarakat.



Motivasi
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan.
Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama dengan semangat.
Menurut Cut Zurnali (2004), motif adalah faktor-faktor yang menyebabkan individu bertingkah laku atau bersikap tertentu. Jadi dicoba untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti kebutuhan apa yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka melakukan sesuatu pekerjaan atau aktivitas. Ini berarti bahwa setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada di dalam dirinya (inner needs) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau dimotivasi untuk memenuhinya. Kebutuhan tertentu yang mereka rasakan akan menentukan tindakan yang mereka lakukan.
Lebih lanjut Cut Zurnali mengutip pendapat Fremout E. kast dan james E. Rosenzweig (1970) yang mendefinisikan motive sebagai : a motive what prompts a person to act in a certain way or at least develop appropensity for speccific behavior. The urge to action can tauched off by an external stimulus, or it can be internally generated in individual thought processes. Jadi motive adalah suatu dorongan yang datang dari dalam diri seseorang untuk melakukan atau sedikitnya adalah suatu kecenderungan menyumbangkan perbuatan atau tingkah laku tertentu.
William G Scott (1962: 82) menerangkan tentang motive adalah kebutuhan yang belum terpuaskan yang mendorong individu untuk mencapai tujuan tertentu. Secara lengkap motiv menurut Scott motive are unsatiesfied need which prompt an individual toward the accomplishment of aplicable goals. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan, motive adalah dorongan yang ada di dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan guna memenuhi kepuasannya yang belum terpuaskan. Selain itu, Maslow sebagaimana diungkap pada halaman sebelumnya membagi kebutuhan manusia ke dalam beberapa hirarki, yakni kebutuhan-kebutuhan fisik, keselamatan dan keamanan, sosial, penghargaan atau prestise dan kebutuhan aktualisasi diri.
Jika sebuah motif yang bertujuan untuk menyakiti dan membahayakan orang lain bisa disebut sebagai abnormalitas, karena secara garis besar abnormalitas diartikan sebagai salah satu tingkah laku yang keluar dari batas-batas norma yang berlaku pada masyarakat. Motif yang berakhir dengan tindakan abnormal merupakan wujud dari kepribadian yang menyimpang.

Stress adalah bentuk ketegangan dari fisik, psikis, emosi maupun mental. Bentuk ketegangan ini mempengaruhi kinerja keseharian seseorang. Bahkan stress dapat membuat produktivitas menurun, rasa sakit dan gangguan-gangguan mental. Pada dasarnya, stress adalah sebuah bentuk ketegangan, baik fisik maupun mental. Sumber stress disebut dengan stressor dan ketegangan yang di akibatkan karena stress, disebut strain.
Menurut Robbins (2001) stress juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Dan apabila pengertian stress dikaitkan dengan penelitian ini maka stress itu sendiri adalah suatu kondisi yang mempengaruhi keadaan fisik atau psikis seseorang karena adanya tekanan dari dalam ataupun dari luar diri seseorang yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka.
Menurut Woolfolk dan Richardson (1979) menyatakan bahwa adanya system kognitif, apresiasi stress menyebabkan segala peristiwa yang terjadi disekitar kita akan dihayati sebagai suatu stress berdasarkan arti atau interprestasi yang kita berikan terhadap peristiwa tersebut, dan bukan karena peristiwa itu sendiri.Karenanya dikatakan bahwa stress adalah suatu persepsi dari ancaman atau dari suatu bayangan akan adanya ketidaksenangan yang menggerakkan, menyiagakan atau mambuat aktif organisme.
Sedangkan menurut Handoko (1997), stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungannya.
Sedangkan berdasarkan definisi kerja stress, stress dapat diartikan sebagai:
  • Suatu tanggapan adaptif, ditengahi oleh perbedaan individual dan atau proses psikologis, yaitu suatu konsekuensi dari setiap kegiatan (lingkungan), situasi atau kejadian eksternal yang membebani tuntunan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. 
  • Sebagai suatu tanggapan penyesuaian, dipengaruhi oleh perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan dari luar ( lingkungan ) situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan pada seseorang.
Menurut Mason (1971 ) membantah konsep yang mengatakan bahwa stress hanyalah merupakan badaniah saja. Ditunjukkkannya bahwa daya adaptasi seseoarang itu tergantung pada faktor-faktor kejiwaan atau psikologiknya yang menyertai stresor. Stres bukanlah konsep faal saja, lebih banyak dilihat sebagai konsep perilaku, setiap reaksi organisme terhadap stresor memungkinkan sekali terlebih dahulu dimulai oleh kelainan perilaku dan kemudian mungkin baru terjadi akibat faal, kemudian Mason (1976 ) menunjukkan bahwa terdapat pola hormonal yang berbeda terhadap stresor fisik yang berbeda.
Pada penelitain Wolf dan Goodel ( 1968 ) bahwa individu-individu yang mengalami kesukaran dengan suatu sistem organ, cenderung akan bereaksi etrhadap stresor dengan gejala dan keluhan dalam sistem organ yang sama.Kondisi sosial, perasaan dan kemampuan untuk menanggulangi masalah, ternyata mempengaruhi juga aspek yang berbeda-beda dari reaksi terhadap stres.
Menurut Selye (Bell, 1996) stress diawali dengan reaksi waspada (alarm reaction) terhadap adanya ancaman, yang ditandai oleh proses tubuh secara otomatis, seperti: meningkatnya denyut jantung, yang kemudian diikuti dengan reaksi penolakan terhadap stressor dan akan mencapai tahap kehabisan tenaga (exhaustion) jika individu merasa tidak mampu untuk terus bertahan.
Lazarus (1984) menjelaskan bahwa stress juga dapat diartikan sebagai:
  • Stimulus, yaitu stress merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stress atau disebut juga dengan stressor. 
  • Respon, yaitu stress merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena adanya situasi tertentu yang menimbulkan stress. Respon yang muncul dapat secara psikologis, seperti: takut, cemas, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
·         Proses, yaitu stress digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat mempengaruhi dampak stress melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi.
Jadi, stress dapat mempengaruhi fisik, psikis mental dan emosi. Tetapi, stress dapat mempunyai dua efek yang berbeda, bisa negatif ataupun positit, tergantung bagaimana kuatnya individu tersebut menghadapi stress atau bagaimana individu tersebut mempersepsikan stress yang sedang dihadapinya.


 Gender

Gangguan identitas gender adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau wanita, dimana terjadi konflik antara anatomi gender seseorang dengan identitas gendernya (Nevid, 2002). Identitas jenis kelamin adalah keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam diri seseorang sebagai laki-laki atau wanita (Kaplan, 2002). Fausiah (2003) berkata, identitas gender adalah keadaan psikologis yang merefleksikan perasaan daam diri seseorang yang berkaitan dengan keberadaan diri sebagai laki-laki dan perempuan.
Identitas jenis kelamin (gender identity): keadaan psikologis yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense). Didasarkan pada sikap, perilaku, atribut lainnya yang ditentukan secara kultural dan berhubungan dengan maskulinitas atau femininitas. Peran jenis kelamin (gender role): pola perilaku eksternal yang mencerminkan perasaan dalam (inner sense) dari identitas kelamin. Peran gender berkaitan dengan pernyataan masyarakat tentang citra maskulin atau feminim.
Konsep tentang normal dan abnormal dipengaruhi oleh factor social budaya, Perilaku seksual dianggap normal apabila sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan dianggap abnormal apabila menyimpang dari kebiasaan yang ada di masyarakat.
Gangguan Identitas Gender
Criteria diagnostic gangguan identitas gender: Identifikasi yang kuat dan menetap terhadap gender lain:
  1. Berkeinginan kuat menjadi anggota gender lawan jenisnya (berkeyakinan bahwa ia memiliki identitas gender lawan jenisnnya) 
  2. Memilih memakai baju sesuai dengan stereotip gender lawan jenisnya 
  3. Berfantasi menjadi gender lawan jenisnya atau melakukan permainan yang dianggap sebagai permainan gender lawan jenisnya. 
  4. Mempunyai keinginan berpartisipasi dalam aktivitas permainan yang sesuai dengan stereotip lawan jenisnya 
  5. Keinginan kuat mempunyai teman bermain dari gender lawan jenis (dimana biasanya pada usia anak – anak lebih tertarik untuk mempunyai teman bermain dari gender yang sama). Pada remaja dan orang dewasa dapat diidentifikasikan bahwa mereka berharap menjadi sosok lawan jenisnya, berharap untuk bisa hidup sebagai anggota dari gender lawan jenisnya. 
  6. Perasaan yang kuat dan menetap ketidaknyamanan pada gender anatominya sendiri atau tingkah lakunya yang sesuai stereotip gendernya. 
  7. Tidak terdapat kondisi interseks. 
  8. Menyebabkan kecemasan yang serius atau mempengaruhi pekerjaan atau sosialisasi atau yang lainnya. 
  9. Gangguan identitas gender dapat berakhir pada remaja ketika anak – anak mulai dapat menerima identitas gender. Tetapi juga dapat terus berlangsung sampai remaja bahkan hingga dewasa sehingga mungkin menjadi gay atau lesbian.
Awal mula Gangguan Identitas Gender
Gangguan identitas gender bermula dari trauma dari orang tua yang berlawan jenis, pergaulan individu, pengaruh media massa. Kaplan (2002), gangguan identitas gender ditandai oleh perasaan kegelisahan yang dimiliki seseorang terhadap jenis kelamin dan peran jenisnya. Gangguan ini biasanya muncul sejak masa kanak-kanaak saat usia dua hingga empat tahun (Green dan Blanchard dalam Fausiah, 2003).
Nevid (2002) mengemukakan bahwa gangguan identitas gender dapat berawal dari masa kanak-kanak dengan disertai distress terus menerus dan intensif, bersikap seperti lawan jenis dan bergaul dengan lawan jenis, serta menolak sifat anatomi mereka dengan adanya anak perempuan yang memaksa buang air kecil sambil berdiri atau anak laki-laki yang menolak testis mereka.
Ciri-ciri klinis dari gangguan identitas gender (Nevid, 2002):
  1. Identifikasi yang kuat dan persisten terhadap gender lainnya: adanya ekspresi yang berulang dari hasrat untuk menjadi anggota dari gender lain, preferensi untuk menggunakan pakaian gender lain, adanya fantasi yang terus menerus mengenai menjadi lawan jenis, bermain dengan lawan jenis, 
  2. Perasaan tidak nyaman yang kuat dan terus menerus, biasa muncul pada anak-anak dimana anak laki-laki mengutarakan bahwa alat genitalnya menjijikkan, menolak permainan laki-laki, sedangkan pada perempuan adanya keinginan untuk tidak menumbuhkan buah dada, memaksa buang air kecil sambil berdiri. 
  3. Penanganannya sama seperti menangani gangguan seksual
Faktor – Faktor Penyebab
Saat ini, masih belum terdapat pertanyaan mengenai penyebab munculnya gangguan identitas gender: nature atau nurture? Walaupun terdapat beberapa data tentatif bahwa gangguan tersebut disebabkan oleh faktor biologis, yaitu hormon, namun data yang tersedia tidak dapat mengatribusikan munculnya transeksualisme hanya kepada hormon (Carroll, 2000). Faktor biologis lain, seperti kelainan kromosom dan struktur otak, juga tidak dapat memberikan penjelasan yang konklusif.
Faktor lain yang dianggap dapat menyebabkan munculnya gangguan identitas seksual adalah faktor sosial dan psikologis. Lingkungan rumah yang memberi reinforcement kepada anak yang melakukan cross-dressing, misalnya, kemungkinan erkontribusi besar terhadap konflik antara anatomi sex anak dan identitas gender yang diperolehnya (Green, 1974, 1997; Zuckerman & Green, 1993). Walaupun demikian, faktor sosial tidak dapat menjelaskan mengapa seorang laki-laki yang dibesarkan sebagai perempuan, bahkan dengan organ seks perempuan, tetap tidak memiliki identitas gender perempuan dan akhirnya memilih untuk hidup sebagai laki-laki.
Teori belajar menekankan tidak adanya figur seorang ayah pada kasus anak laki – laki menyebabkan ia tidak mendapatkan model seorang pria.
Teori psikodinamika dan teori belajar lainnya menjelaskan bahwa orang dengan gangguan identitas gender tidak dipengaruhi tipe sejarah keluarganya. Faktor keluarga mungkin hanya berperan dalam mengkombinasikan dengan kecenderungan biologisnya. Orang yang mengalami gangguan identitas gender sering memperlihatkan gender yang berlawanan dilihat dari pemilihan alat bermainnya dan pakaian pada masa anak – anak. Hormon pernatal yang tidak seimbang juga mempengaruhi. Pikiran tentang maskulin dan feminine dipengaruhi oleh hormone seks fase – fase tertentu dalam perkembangan prenatal.
Terapi
Body Alterations
Pada terapi jenis ini, usaha yang dilakukan adalah mengubah tubuh seseorang agar sesuai dengan identitas gendernya. Untuk melakukan body alterations, seseorang terlebih dahulu diharuskan untuk mengikuti psikoterapi selama 6 hingga 12 bulan, serta menjalani hidup dengan gender yang diinginkan (Harry Benjamin International Gender Dysphoria Association, 1998). Perubahan yang dilakukan antara lain bedah kosmetik, elektrolisis untuk membuang rambut di wajah, serta pengonsumsian hormon perempuan. Sebagian transeksual bertindak lebih jauh dengan melakukan operasi perubahan kelamin.
Keuntungan operasi perubahan kelamin telah banyak diperdebatkan selama bertahun-tahun. Di satu sisi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada keuntungan sosial yang bisa didapatkan dari operasi tersebut. Namun penelitian lain menyatakan bahwa pada umumnya transeksual tidak menyesal telah menjalani operasi, serta mendapat keuntungan lain seperti kepuasan seksual yan lebih tinggi.
Ganti kelamin
Sebelum tindakan operasi kelamin ada beberapa hal yang harus diperhatikan individu. Ada beberapa tahap yang harus dialaui sebelum tindakan operasi kelamin dilakukan. Tahap – tahap tersebut adalah:
Memastikan kemantapan dalam mengambil keputusan. Jika terdapat delusi paranoid dalam memutuskan mengganti kelamin, maka ahli bedah harus menolak permintaanya.
Orang yang ingin merubah dari pria menjadi wanita, estrogennya ditingkatkan untuk menumbuhkan karakteristik alat kelamin sekunder wanita. Sedangkan pada wanita yang ingin menjadi pria, hormon androgennya ditingkatkan untuk mengembangkan karakteristik alat kelamin sekunder pria.
Sebelum operasi diwajibkan hidup selama satu tahun sebagai orang dari gender lawan jenisnya untuk memprediksi penyesuaian setelah operasi. Untuk orang yan mengganti kelamin dari pria menjadi wanita, penis dan testis dibuang. Kemudian jaringan dari penis digunakan untuk membuat vagina buatan. Jika dari wanita menjadi pria, ahli bedah membuang organ kelamin internal dan meratakan payudaranya dengan membuang jaringan lemak.
Pengubahan Identitas Gender
Walaupun sebagian besar transeksual memilih melakukan body alterations sebagai terapi, ada kalanya transeksual memilih untuk melakukan pengubahan identitas gender, agar sesuai dengan tubuhnya. Pada awalnya, identitas gender dianggp mengakar terlalu dalam untuk dapat diubah. Namun dalam beberapa kasus, pengubahan identitas gender melalui behavior therapy dilaporkan sukses. Orang-orang yang sukses melakukan pengubahan gender kemungkinan berbeda dengan transeksual lain, karena mereka memilih untuk mengikuti program terapi pengubahan identitas gender

http://www.psychologymania.com/2011/09/gangguan-identitas-gender-gender.html
http://www.psychologymania.com/2012/05/pengertian-stress.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Motivasi
http://www.masbow.com/2008/06/abnormalitas-dalam-psikologi.html


Nama: M. Rizky Kurniawan
2PA08
14511208

Minggu, 12 Mei 2013

Kepribadian Sehat

Kepribadian Sehat
Menurut Rogers, manusia yang rasional dan sadar, tidak dikontrol oleh peristiwa-peristiwa masa kanak-kanak, seperti pembiasaan akan kebersihan (toilet training), penyapihan yang lebih cepat, atau pengalaman-pengalaman seks sebelum waktunya. Hal-hal ini tidak mwnghukum atau mengutuk kita untuk hidup dalam konflik dan kecemasan yang tidak dapat dikontrol. Masa sekarang dan bagaimana kita memandangnya bagi kepribadian yang sehat, adalah jauh lebih penting dari masa lampau. Akan tetapi Rogers mengemukakan pengalaman-pengalaman masa lampau dapat mempengaruhi bagaimana kita memandang masa sekarang yang pda gilirannya mempengaruhi tingkat kesehatan psikologis kita.
Rogers menempatkan suatu dorongan – “satu kebutuhan fundamental” – dalam sistemnya tentang kepribadian: memeliharakan, mengaktualisasikan, meningkatkan semua segi individu. Kecenderungan ini dibawa sejak lahir dan dan meliputi komponen-komponen pertumbuhan fisiologis dan psikologis, meskipun selama bertahun-tahun awal kehidupan kecenderungan tersbut lebih terarah kepada segi-segi fisologis. Akan tetapi aktualisasi berbuat jauh lebih banyak dari pada mempertahankan organism; aktualisasi memudahkan dan meningkatkan pematangan dan pertumbuhan. Jika bayi bertambah besar, organ-organ tubuh dan proses fisiologis menjadi semakin kompleks dan ber-diferensiasi karena meereka mulai berfungsi dalam arah-arah yang dituju. 

Perkembangan Diri
Dalam masa kecil, anak mulai membedakan, atau memisahkan salsh satu sgi pengalamannya dari semua yang lain-lainnya. Segi ini adalah diri dan itu digambarkan dengan bertambahnya penggunaan kata “aku” dan “kepunyaanku”. Anak itu mengembangkan kemampuan untuk membedakan antara apa yang menjadi milik atau bagian dari dirinya dan semua benda lain yang dilihat, didengar, diraba, dan diciumnya ketika dia mulai membentuk suatu lukisan dan gambaran tentang siapa dia. Dengan kata lain, anak itu mengembangkan suatu “pengertian-diri” (self concept)
Sebagian besar dari self concept, anak itu juga menggambarkan dia menjadi siapa atau ingin menjadi siapa. Gambaran-gambaran  itu dibentuk sebagai suatu akibat dari bertambah kompleksnya interaksi-interaksi dengan orang lain. Dengan mengamati reaksi-reaksi dari orang lain terhadap tingkah lakunya sendiri, anak itu secara ideal mengembangkan suatu pola gambaran-gambaran yang konsisten, suatu keseluruhan yang terintegrasi dimana kemungkinan adanya beberapa ketidakharmonisan antara diri sebagaimana adanya dan diri sebagaimana yang mungkin diinginkannya untuk menjadi diperkecil. Dalam indicidu yang sehat dan yang meng aktualisasikan diri muncullah pola yang berkaitan. Situasi itu berbeda utnuk seorang individu yang mendapat gangguan emosional.

Positive Regard
Cara-cara  khusus bagaimana diri itu berkembang adan apakah dia akan menjadi sehat atau tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu dalam masa kecil. Pada waktu itu mulai berkembang, anak itu juga belajar membutuhkan cinta. Hal ini disebut penghargaan positif” (positive regard)
Positive regard, suatu kebutuhan yang memaksa dan merembes, dimiiki oleh semua manusia; setiap anak terdorong untuk mencari positive regard. Akan tetapi tidak semua anak akan menemukan kepuasan yang cukup akan kebutuhan ini. Anak puas jika ia menerima kasih sayang, cinta, dan persetujuan dari orang-orang lain, tetapi dia kecewa kalau dia menerima celaan dan kurang mendapat cinta dan kasih sayang.

Orang yang Berfungsi Sepenuhnya
Hal yang pertama dikemukakan tentang versi Rogers mengenai kepribadian sehat, yakni kepribadian sehat itu bukan merupakan suatu keadaan dari ada, melainkan suatu proses, “suatu arah bukan suatu tujuan”. Aktualisasi diri berlangsung terus; tidak pernah merupakan suatu kondisi yang selesai atau statis. Tujuan ini, yakni orientasi ke masa depan, menarik individu ke depan.
Hal kedua tentang aktualisasi diri itu ialah aktualisasi diri merupakan suatu proses yang sukar dan kadang-kadang menyakitkan. Aktualisasi diri merupakan suatu ujian, rintangan, dan pecutan terus-menerus terhadap semua kemampuan seseorang. Rogers menulis “aktualisasi diri merupakan keberanian untuk ada” “ha ini berarti meluncurkan diri sepenuhkan kedalam arus kehidupan”. Orang itu terbenam dan terbuka kepada seluruh ruang lingkup emosi dan pengalaman manusia dan merasakan hal-hal ini jauh lebih dalam dari pada seseorang yang kurang sehat.
Hal yang ketiga tentang orang-orang yang mengaktualisasikan diri, yakni mereka benar-benar adalh diri mereka sendiri. Mereka tidak bersembunyi dibelakang topeng-topeng atau kedok-kedok, yang berpura-pura sesuatu yang bukan mereka atau menyembunyikan sesuatu yang bukan diri mereka. Mereka tidak mengikuti petunjuk-petunjuk tingkah laku atau memperlihatkan kepribadian yang berbeda untuk situasi situasi yang berbeda. Mereka bebas dari harapan-harapan dan rintangan-rintangan yang diletakan oleh masyarakat mereka atau orangtua mereka.; mereka telah mengatasi aturan-aturan ini. Diri adalah tuan dari kepribadian dan beroprasi terlepas dari norma-norma yang ditentukan oleh orang lain. Akan tetapi orang-orang yang mengaktualisasikan diri tidak  agresif, memberontak secara terus-terang  atau dengan sengaja tidak konvensional dalam mencemohkan aturan-aturan dari orangtua dan masyarakat.

Sumber: Duane Schultz. 2008. Psikologi Pertumbuhan, Yogyakarta: Kanisius

Nama : M. Rizky Kurniawan
Kelas : 2PA08
NPM : 14511208