Musik di Indonesia cukup marak di bicarakan oleh media
masyarakat khususnya di kalangan remaja. Berbagai event di meriahkan oleh
performance musik mulai dari event promosi, kampanye dan bahkan sebagai suara
perlawanan. Lihat saja aksi protes Slank atas korupsi yang makin marak terjadi
di Indonesia,
mereka berdiri dan bernyanyi di depan gedung DPR tempatnya orang-orang cerdas.
Atau Iwan Fals yang hampir setiap lagunya berisi protes terhadap keserakahan
penguasa. Dua contoh tersebut merupakan bukti nyata eksistensi “musik sebagai
perlawanan” di Indonesia.
Lalu apakah yang membedakan kritikus yang biasa kita lihat
di televisi atau yang biasa kita baca pada media masa dengan mereka yang
melawan lewat jalur musik? Musisi ‘pembantah’ akan terdengar lebih menyenangkan
dan nyaman karena protes mereka di balut dengan nada yang sedemikian rupa
sehingga kita sebagai pendengar akan lebih menyimak apa yang di sampaikan.
Tidak hanya dengan distorsi kasar atau vocal nan lantang, jalanan pun di
gunakan sebagai media untuk menyampaikan perlawanan tersebut.
Lalu apakah kaitannya dengan remaja dan pendengar musik
lainnya? Sayangnya di Indonesia masih banyak sensitivitas akan kata
“Perlawanan”, banyak orang yang menganggap perlawanan itu hanya berupa tindakan
rusuh (menghancurkan mobil, jalan, papan reklame dll) akibatnya, masih banyak
orang yang betah berdiri di jalur aman karena perspektif tersebut. Yup,
kepalsuan ada dimana-mana! Banyak musik berdasar rock di Indonesia tapi mereka
tidak berkontribusi apa-apa terhadap perlawanan. padahal musik rock sendiri tercipta sebagai bentuk
perlawanan, distorsi kasar dan vocal berat nan lantang adalah symbol
perlawanan.
Apakah musik untuk HARI INI bertujuan pada uang semata? Lalu
bagaimana dengan pengertiannya yang kita kenal secara garis besar adalah
sebagai media pengungkapan pesan dalam bentuk kesenian, atau jika di lihat dari
kamus besar adalah ilmu menyusun nada yang menghasilkan suara? Banyaknya
boy/girl band di Indonesia merupakan bukti nyata bahwa musik tidak lagi untuk
menyampaikan pesan! Mereka menjual penampilan yang bertujuan menghasilkan uang,
yup bagai melacur! Sisi musik mainstream di Indonesia membutakan kita tentang
luasnya arti cinta, terlihat dari lirik-lirik yang mereka ciptakan. Cinta yang
ada hanya untuk pacar (Selingkuh, PDKT, Putus, Sakit hati!) saya membencinya,
itu pembodohan! Padahal jika kita sadar cinta akan menyelamatkan kita jika kita
dedikasikan pada Tuhan, Keluarga, Sahabat dan mereka yang hidupnya masih berada
di garis kekurangan.
Mari keluar dari sisi tersebut dan ciptakan sebuah perubahan
lewat musik, karena bagaimanapun identitas musik akan berperan besar terhadap
prilaku pendengar. Melawan tidak berarti rusuh, tengok saja ke arah Superman Is
Dead (SID) band punk yang terdiri dari 3 personel yang siap menampar dan
menyadarkan kalian akan indahnya perbedaan. Perlawanan akan keseragaman dan
mencintai Bumi Pertiwi. Kasus yang baru-baru ini adalah ketika mereka (SID)
dengan sekelompok aktivis lingkungan di Bali
bersuara keras dan menentang sebuah proyek pembangunan yang akan merusak
kelestarian hutan Mangrove. Apakah mereka bertindak kisruh? TIDAK! Mereka
melawan dengan sebuah argument berdasar kecintaan dengan lingkungan dan dengan
pengetahuan. Tidak hanya itu, mereka pun menyuarakan masyarakat khususnya fans untuk
tetap menjaga lingkungan dengan tidak mengkonsumsi plastik dan menjaga sampah
plastik. Percayalah, sedikit demi sedikit perubahan yang mereka lakukan akan
menimbulkan dampak yang positif untuk masa yang akan datang.
Sebuah pelajaran yang dapat kita ambil dari SID tentang
indahnya perbedaan dan rasa cinta terhadap lingkungan. Bagaimana tidak? Mereka
membuktikan benar sebuah perubahan, dari sisi itu pula kita dapat sedikit
pelajaran bahwa “Punk” tidak selalu rusuh dan tak tahu aturan. Lupakan anggapan
bahwa punk adalah mereka yang tinggal di bawah kolong jebatan, punk adalah
mereka yang bertingkah rusuh. Punk pada dasarnya adalah perlawanan, selama
manusia masih ada di Bumi ini maka musik punk tak akan mati. Silahkan cari tahu
tentang Punk dan perlawanannya dari internet. Atau Bad Religion band punk yang
menyuarakan perdamaian atas perang yang terjadi di dunia ini dan Greg Graffin
(Vokalis Bad Religion) yang telah menjadi professor dari sebuah universitas di
Amerika.
Jadi kita sebagai pecinta musik jangan hanya berperan
sebagai pendengar tapi cari tahu sejarah perkembangannya, kritis. Perlawanan
tidak selalu berkonotasi negatif dan musik tidak selalu sebagai media yang
berisi tentang kebahagian dan kehancuran. Jangan ragu untuk menciptakan
perubahan, lawanlah apa yang harus di lawan. Buat perubahan untuk persepsi dan
nilai yang keliru, termasuk identitas musik. Karena apa yang kita lihat dan
dengar akan membentuk sikap kita
Bersulang!
Bersulang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar