Baru saja terbangun dari indahnya mimpi, tiba-tiba
pertanyaan menyerang syaraf secara membabi buta. Ingin saya menghindar dari
sebuah pertanyaan tersebut tapi saya merasa pengecut jika berlari dari masalah.
Bukankah hidup ini adalah masalah? Bukankah masalah untuk di hadapi dan tidak di
hindari? Saya terdorong keras untuk menuliskan beberapa yang ‘terpenting’
disini karena disini juga kalian sebagai pembaca dapat memberikan saran bahkan
kritik pada saya.
Benar saja statement (judul) di atas adalah pertanyaan yang
sejak tadi saya bicarakan, dan mungkin lebih tepatnya saya sesalkan karena
menyerang secara tiba-tiba. Ketika cinta menjadi “dosa” yang menurut saya
sebuah kalimat yang amat sangat sederhana namun memiliki makna yang luar biasa.
Kenapa saya katakan luar biasa? Karena hirarki kebutuhan manusia (Cinta)
menjadi sebuah “dosa”. Dosa dalam konteks disini bukanlah sebuah vonis dari
Tuhan melainkan nilai-nilai kebudayaan di negara ini.
“Benar” dan “Salah” cermati kalimat di tersebut, dan cobalah
untuk memahami siapakah yang selama ini mengadili masyarakat menggunakan kata
“Benar” atau “Salah” ? jika kalian sempat ingin menjawab Agama simpan dulu
jawabannya. Karena selama saya hidup semakin jarang yang mengutamakan nilai
Agama, apalagi jika pandang dari sudut fenomena pada jaman yang telah
terkontaminasi oleh globalisasi ini meskipun cenderung ke arah ‘negatifnya’. Lihat
saja tv yang tiap harinya menjejali kita dengan tayangan over mereka nan
konsumtif dandan berlebihan lalu dengan bangganya mereka para kaum Hawa
mengumbar habis-habisan paha dan dada mereka. Apakah ada agama yang membiarkan
penganutnya untuk melakukan hal itu dalam medium yang sama? Bukankah semua
agama mengajarkan tentang kebaikan dan martabat setinggi-tinggi nya pada
manusia? Globalisasi memang dengan mudahnya membutakan manusia tentang nilai
agama, dan mungkin harus di akui bahwa nilai budaya untuk saat ini lebih di
utamakan.
Masih banyak lagi hal yang mencontohkan bahwa nilai agama
tidak lagi berarti dan nilai budaya bagaikan “Raja”. Entah apa penyebabnya dan
terserah apa yang akan kalian simpulkan dan saya tidak akan berlama-lama berada
di sisi keagamaan karena globalisasi untuk Indonesia hanya sebuah fashion tidak
untuk sebuah pemikiran, jadi masih banyak remaja sensitive jika membicarakan
agama.
Ketika cinta datang dari hati yang paling dalam dengan
membawa perasaan yang sebenar-benarnya, lalu itu pun kan menjadi sebuah kebutuhan yang harus
terpenuhi. Lalu bagaimana jika kecintaan kita termasuk dalam kategori negative
oleh persepktif masyarakat? Misalkan saja seorang gadis Yahudi yang mencintai
pria Muslim atau kecintaan pada minuman keras yang jelas sekali di pandang
sebelah mata oleh nilai budaya Indonesia.
Kita telah mengetahui benar mayoritas sangat menyesalkan kondisi dan keberadaan
barang tersebut. Namun bukankah cinta harus terpenuhi? Seorang pemabuk tak akan
pernah menjadi pemabuk jika tidak pernah meminum minuman berakohol, atau
seorang pelacur tak akan ketagihan berhubungan sex ketika vagina-nya tidak
pernah merasakan hangatnya belaian penis. Tersentak saya berpikir tentang
jawaban yang berbunyi “Takdir”. Namun saya membenci kata tersebut! Memang saya
beranggapan bahwa takdir tercipta karena manusia, manusia yang menentukan takdirnya.
Namun siapakah yang harus di salahkan pada kisah seorang anak broken home yang tertendang
dari rumahnya oleh orang tuanya? Mari berpikir di luar kotak, esensi nya adalah
saat kita sebagai manusia tidak merugikan orang lain.
Pada suatu kondisi kita dapat menggunakan teori dengan lihai
dan santai, namun pada suatu kondisi yang lain teori bagai sampah nan
tercampakan. Bahkan sangat sulit menerapkan sebuah teori di lapangan karena yak
inilah dunia yang di huni oleh MANUSIA! Keluarlah dan bergerak ke lapangan,
jangan hanya duduk diam di atas kasur kamar mu dan membayangkan tokoh pencetus
teori bak seorang Tuhan.
“Perpisahan untuk sesuatu yang lebih baik” haruskah di
utamakan nilai budaya dari pada pentingnya kebutuhan pada manusia (Cinta)?
Biarkanlah mereka dan kita semua mencintai sesuatu yang teranggap berharga,
karena sekali lagi ini adalah dunia tempatnya manusia menghuni dan menciptakan
banyak kesalahan. Karena seperti yang seharusnya kita semua sadar bahwa manusia
super itu hanya fiktif belaka. Menurut saya, tidak akan menjadi dosa jika tidak
merugikan orang lain. Dan biarkan masing-masing bertanya pada semesta tentang
nilai-nilai Tuhan dan menerapkan selagi tidak meresahkan masyarakat.
Jika anggapan kalian berlawanan arah dengan tulisan saya itu
tidak akan menjadi masalah, hidup mu adalah pilihan mu dan pilihan mu adalah
tanggung jawab mu. Seperti yang saya katakan manusia sempurna hanya omong
kosong yang pasti tak akan pernah berada di dunia yang di penuhi dengan
kepalsuan ini.
Bersulang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar