Sabtu, 05 Januari 2013

Ketika Cinta adalah "Dosa"


Baru saja terbangun dari indahnya mimpi, tiba-tiba pertanyaan menyerang syaraf secara membabi buta. Ingin saya menghindar dari sebuah pertanyaan tersebut tapi saya merasa pengecut jika berlari dari masalah. Bukankah hidup ini adalah masalah? Bukankah masalah untuk di hadapi dan tidak di hindari? Saya terdorong keras untuk menuliskan beberapa yang ‘terpenting’ disini karena disini juga kalian sebagai pembaca dapat memberikan saran bahkan kritik pada saya. 

Benar saja statement (judul) di atas adalah pertanyaan yang sejak tadi saya bicarakan, dan mungkin lebih tepatnya saya sesalkan karena menyerang secara tiba-tiba. Ketika cinta menjadi “dosa” yang menurut saya sebuah kalimat yang amat sangat sederhana namun memiliki makna yang luar biasa. Kenapa saya katakan luar biasa? Karena hirarki kebutuhan manusia (Cinta) menjadi sebuah “dosa”. Dosa dalam konteks disini bukanlah sebuah vonis dari Tuhan melainkan nilai-nilai kebudayaan di negara ini.

“Benar” dan “Salah” cermati kalimat di tersebut, dan cobalah untuk memahami siapakah yang selama ini mengadili masyarakat menggunakan kata “Benar” atau “Salah” ? jika kalian sempat ingin menjawab Agama simpan dulu jawabannya. Karena selama saya hidup semakin jarang yang mengutamakan nilai Agama, apalagi jika pandang dari sudut fenomena pada jaman yang telah terkontaminasi oleh globalisasi ini meskipun cenderung ke arah ‘negatifnya’. Lihat saja tv yang tiap harinya menjejali kita dengan tayangan over mereka nan konsumtif dandan berlebihan lalu dengan bangganya mereka para kaum Hawa mengumbar habis-habisan paha dan dada mereka. Apakah ada agama yang membiarkan penganutnya untuk melakukan hal itu dalam medium yang sama? Bukankah semua agama mengajarkan tentang kebaikan dan martabat setinggi-tinggi nya pada manusia? Globalisasi memang dengan mudahnya membutakan manusia tentang nilai agama, dan mungkin harus di akui bahwa nilai budaya untuk saat ini lebih di utamakan.

Masih banyak lagi hal yang mencontohkan bahwa nilai agama tidak lagi berarti dan nilai budaya bagaikan “Raja”. Entah apa penyebabnya dan terserah apa yang akan kalian simpulkan dan saya tidak akan berlama-lama berada di sisi keagamaan karena globalisasi untuk Indonesia hanya sebuah fashion tidak untuk sebuah pemikiran, jadi masih banyak remaja sensitive jika membicarakan agama. 

Ketika cinta datang dari hati yang paling dalam dengan membawa perasaan yang sebenar-benarnya, lalu itu pun kan menjadi sebuah kebutuhan yang harus terpenuhi. Lalu bagaimana jika kecintaan kita termasuk dalam kategori negative oleh persepktif masyarakat? Misalkan saja seorang gadis Yahudi yang mencintai pria Muslim atau kecintaan pada minuman keras yang jelas sekali di pandang sebelah mata oleh nilai budaya Indonesia. Kita telah mengetahui benar mayoritas sangat menyesalkan kondisi dan keberadaan barang tersebut. Namun bukankah cinta harus terpenuhi? Seorang pemabuk tak akan pernah menjadi pemabuk jika tidak pernah meminum minuman berakohol, atau seorang pelacur tak akan ketagihan berhubungan sex ketika vagina-nya tidak pernah merasakan hangatnya belaian penis. Tersentak saya berpikir tentang jawaban yang berbunyi “Takdir”. Namun saya membenci kata tersebut! Memang saya beranggapan bahwa takdir tercipta karena manusia, manusia yang menentukan takdirnya. Namun siapakah yang harus di salahkan pada kisah seorang anak broken home yang tertendang dari rumahnya oleh orang tuanya? Mari berpikir di luar kotak, esensi nya adalah saat kita sebagai manusia tidak merugikan orang lain. 

Pada suatu kondisi kita dapat menggunakan teori dengan lihai dan santai, namun pada suatu kondisi yang lain teori bagai sampah nan tercampakan. Bahkan sangat sulit menerapkan sebuah teori di lapangan karena yak inilah dunia yang di huni oleh MANUSIA! Keluarlah dan bergerak ke lapangan, jangan hanya duduk diam di atas kasur kamar mu dan membayangkan tokoh pencetus teori bak seorang Tuhan.

“Perpisahan untuk sesuatu yang lebih baik” haruskah di utamakan nilai budaya dari pada pentingnya kebutuhan pada manusia (Cinta)? Biarkanlah mereka dan kita semua mencintai sesuatu yang teranggap berharga, karena sekali lagi ini adalah dunia tempatnya manusia menghuni dan menciptakan banyak kesalahan. Karena seperti yang seharusnya kita semua sadar bahwa manusia super itu hanya fiktif belaka. Menurut saya, tidak akan menjadi dosa jika tidak merugikan orang lain. Dan biarkan masing-masing bertanya pada semesta tentang nilai-nilai Tuhan dan menerapkan selagi tidak meresahkan masyarakat. 

Jika anggapan kalian berlawanan arah dengan tulisan saya itu tidak akan menjadi masalah, hidup mu adalah pilihan mu dan pilihan mu adalah tanggung jawab mu. Seperti yang saya katakan manusia sempurna hanya omong kosong yang pasti tak akan pernah berada di dunia yang di penuhi dengan kepalsuan ini. 

Bersulang!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar